ADANYA laporan belanja perpajakan yang disusun Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan transparansi fiskal sesuai dengan standar internasional yang tercantum pada IMF’s Fiscal Transparency Code.
Sebagai bagian dari akuntabilitas publik, laporan belanja perpajakan tersebut mengukur besaran penerimaan perpajakan yang hilang akibat berbagai jenis insentif perpajakan.
BKF mendefinisikan belanja perpajakan (tax expenditure) sebagai penerimaan perpajakan yang hilang atau berkurang sebagai akibat adanya ketentuan khusus yang berbeda dari sistem pemajakan umum, yang diberlakukan kepada hanya sebagian subjek dan objek pajak dengan persyaratan tertentu.
Lebih lanjut, BKF membagi tujuan belanja perpajakan menjadi empat kategori utama, yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat, pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), peningkatan iklim investasi, dan dukungan untuk dunia bisnis.
Bentuk belanja perpajakan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat antara lain tidak dikenakannya PPN atas barang kebutuhan pokok, jasa pelayanan sosial, jasa keagamaan, jasa pendidikan, dan jasa pelayanan umum.
Tabel berikut menyajikan belanja perpajakan berdasarkan fungsi-fungsi belanja pemerintah pada 2016 sampai dengan 2018.
Dilihat dari proporsinya, dalam kurun waktu tersebut, belanja perpajakan pemerintah di Indonesia cenderung lebih terfokus pada fungsi ekonomi. Fungsi tersebut memiliki proporsi yang cukup jauh dibandingkan dengan fungsi lainnya, yakni berada di atas kisaran 50% setiap tahunnya.
Fungsi pelayanan umum dan perlindungan sosial juga mendapat porsi yang relatif lebih besar, yaitu masing-masing sebesar 14,1% dan 10,2%. Menariknya, menurut BKF, nilai tersebut sejalan dengan proporsi pada belanja langsung pemerintah.
Pada fungsi pelayanan umum, nilai belanja perpajakan sebagian besar disumbang oleh fasilitas pembebasan PPN atas listrik dan juga PPN tidak terutang atas jasa angkutan umum. Sementara pada fungsi perlindungan sosial, masih merujuk pada laporan BKF, sebagian besar disumbang oleh PPN tidak terutang atas barang kebutuhan pokok.
Menurut laporan ini, fungsi-fungsi tersebut menunjukkan dukungan lebih yang diberikan oleh pemerintah sesuai dengan prioritas fungsi belanja pemerintah dalam APBN. Selain itu, besarnya porsi fungsi belanja ekonomi dibandingkan fungsi-fungsi lain juga memberikan sinyal yang selaras dengan misi pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian secara umum.
Namun, selain proporsi pengalokasian fungsi belanja perpajakan, ada baiknya pemerintah juga turut memperhatikan dampak maupun efektivitas dari adanya belanja perpajakan tersebut melalui suatu mekanisme evaluasi yang menyeluruh dan berkesinambungan. Dengan demikian, masyarakat luas dapat secara konsisten merasakan manfaat yang optimal atas alokasi belanja tersebut.*