BELANJA PERPAJAKAN

Memahami Keringanan Pajak yang Diberikan Pemerintah untuk Rakyat

Muhamad Wildan
Selasa, 02 September 2025 | 11.08 WIB
Memahami Keringanan Pajak yang Diberikan Pemerintah untuk Rakyat
<p>Ilustrasi.</p>

JAKARTA, DDTCNews - Diskursus mengenai keringanan pajak, yang dalam literatur disebut sebagai belanja perpajakan, masih cukup minim bergulir di tengah masyarakat. Masyarakat banyak yang belum memahami bahwa ada kerelaan yang dijalankan oleh pemerintah untuk tidak memungut pajak tertentu. Wujud kerelaan itu disebut sebagai belanja perpajakan atau tax expenditure.

Melalui tax expenditure, pemerintah rela untuk tidak memungut pajak yang sebenarnya bisa saja dipungut berdasarkan kelaziman di dunia. Belanja perpajakan ini diberikan pemerintah untuk meringankan beban pajak masyarakat.

Menurut OECD, belanja perpajakan adalah transfer sumber daya kepada publik tanpa memberikan bantuan atau belanja langsung, tetapi melalui pengurangan kewajiban perpajakan dengan ketentuan perpajakan tertentu.

Belanja perpajakan menyebabkan hilangnya atau berkurangnya penerimaan pajak akibat adanya ketentuan khusus seperti keringanan pajak hingga pembebasan pajak yang notabene berbeda dari sistem pemajakan secara umum (benchmark tax system).

Menurut pemerintah, belanja perpajakan telah dirancang secara terarah dan terukur guna merespons dinamika dan tantangan ekonomi pada tingkat global dan nasional.

"Hal ini menjadi wujud peran aktif pemerintah dalam menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam pelaksanaannya, belanja perpajakan disesuaikan dengan kebutuhan sektor, antara lain untuk menjaga daya beli masyarakat, menarik investasi, meningkatkan kualitas SDM, serta mendukung pengembangan UMKM," tulis pemerintah dalam Nota Keuangan RAPBN 2026, dikutip Selasa (2/9/2025).

Berdasarkan catatan pemerintah sebagaimana yang termuat dalam bagan, belanja perpajakan terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2021, belanja perpajakan diestimasikan mencapai Rp293 triliun. Pada 2024, belanja perpajakan tercatat sudah digelontorkan senilai Rp400,1 triliun.

Pada 2025 ini, belanja perpajakan diproyeksikan senilai Rp530,3 triliun, bertumbuh 32,5% bila dibandingkan dengan estimasi pada tahun lalu. Pada 2026, belanja perpajakan akan tumbuh sebesar 6,3% menjadi senilai Rp563,6 triliun.

Secara terperinci, belanja perpajakan yang sudah direalisasikan pada 2024 terdiri dari belanja PPN dan PPnBM senilai Rp227,8 triliun, belanja PPh senilai Rp140,7 triliun, belanja bea masuk dan cukai senilai Rp31,3 triliun, belanja PBB senilai kurang lebih Rp100 miliar, dan belanja bea meterai senilai kurang lebih Rp300 miliar.

Belanja PPN dan PPnBM berkontribusi amat signifikan terhadap total belanja perpajakan, yakni sebesar 56,9%. Bila ditilik lebih lanjut, mayoritas belanja PPN dan PPnBM menyasar masyarakat atau UMKM.

Sebesar 28,1% dari total belanja PPN dan PPnBM timbul akibat pembebasan PPN atas barang kebutuhan pokok, hasil perikanan, dan kelautan. Lebih lanjut, sebesar 24,4% belanja PPN timbul karena tidak diwajibkannya pemungutan PPN oleh pelaku usaha dengan omzet tidak lebih dari Rp4,8 miliar per tahun.

Belanja PPh tercatat hanya berkontribusi sebesar 35,2% dari total belanja perpajakan pada 2024. Fasilitas PPh yang berkontribusi paling besar terhadap belanja PPh adalah penerapan PPh final UMKM. Sebesar 21,1% belanja PPh timbul akibat skema PPh final UMKM dengan tarif 0,5%.

Pemberian fasilitas PPh final UMKM selama 3 tahun hingga 7 tahun bertujuan untuk mendukung pengembangan UMKM. Fasilitas ini merupakan deviasi dari rezim umum PPh yang berpotensi mengurangi pendapatan pemerintah.

Fasilitas lain dengan kontribusi belanja PPh yang tinggi adalah pembebasan PPh atas dividen yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri. Belanja pajak yang timbul akibat fasilitas ini mencapai 14,86% dari total belanja PPh.

Fasilitas pembebasan PPh atas dividen yang diterima wajib pajak dalam negeri bertujuan untuk meningkatkan iklim investasi di Indonesia.

Pentingnya Menarasikan Belanja Perpajakan

Narasi kebijakan pajak menjadi salah satu tantangan fundamental dalam sistem pajak Indonesia. Darussalam, dalam wawancara khusus dengan DDTCNews menyampaikan bahwa sampai saat ini pemerintah belum optimal dalam menarasikan setiap kebijakan yang ada, termasuk yang berkaitan dengan belanja perpajakan.

"Masyarakat perlu diberi pengertian mengenai apa itu belanja pajak, untuk apa belanja pajak itu, serta kerelaan pemerintah tidak memungut pajak yang sebenarnya pemerintah bisa saja melakukan pemungutan pajak berdasarkan kelaziman di dunia," kata Darussalam.

Melalui narasi kebijakan yang disampaikan, masyarakat pada akhirnya tahu bahwa ada 'kebaikan' yang diberikan oleh pemerintah untuk meringankan beban pajak masyarakat. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.