Managing Director International Monetary Fund (IMF) Kristalina Georgieva (kiri) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan). (foto: Instagram @smindrawati)
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bertemu Managing Director International Monetary Fund Kristalina Georgieva untuk membahas upaya-upaya dalam memitigasi risiko resesi global.
Sri Mulyani mengatakan semua negara harus terlibat dalam mendorong pemulihan ekonomi di tengah ketidakpastian global. Menurutnya, perlu ada mekanisme yang bisa memitigasi risiko terjadinya resesi apabila tren pelemahan ekonomi terus berlanjut.
"Pemerintah Indonesia akan terus aktif mendukung dirumuskannya opsi-opsi dan langkah konkret untuk memitigasi risiko multikrisis saat ini," katanya dalam sebuah video yang diunggah pada akun Instagram @smindrawati, Selasa (11/10/2022).
Secara umum, lanjut Sri Mulyani, pertemuannya dengan Georgieva mendiskusikan perkembangan terkini ekonomi global. Keduanya pun berbagi kekhawatiran yang sama terkait dengan banyaknya negara di dunia yang sedang tidak baik-baik saja.
Dia menyebut sepertiga negara di dunia diperkirakan bakal mengalami tekanan ekonomi dalam 4-6 bulan ke depan, baik karena kesulitan akibat beban utang yang tinggi, lemahnya fundamental makroekonomi, maupun isu stabilitas politik.
Kondisi tersebut juga terjadi tidak hanya di negara berkembang, tetapi juga di banyak negara maju. Simak juga, World Bank Sebut Risiko Resesi Global pada 2023 Meningkat.
"Karenanya, Georgieva mengapresiasi Indonesia yang meraih pertumbuhan tinggi di tengah kondisi dunia yang berat," ujar Sri Mulyani.
Menteri keuangan dan Georgieva juga memandang perlu ada mekanisme untuk memitigasi risiko resesi yang diterima semua negara. Mekanisme tersebut yaitu berupa bantalan (buffer) agar negara yang kesulitan dapat dibantu.
Sementara itu, Georgieva juga mengunggah pertemuannya dengan Sri Mulyani dalam akun media sosial pribadinya. Menurutnya, pembahasan tentang upaya memitigasi resesi menjadi diskusi yang baik menjelang KTT G-20 pada November mendatang.
"Indonesia tetap menjadi titik terang dalam ekonomi global yang memburuk," tuturnya. (rig)