UU KUP

WP Pekerja Bebas Perlu Ikuti Akuntansi Saat Lapor Pajak? Cek Aturannya

Redaksi DDTCNews
Selasa, 28 Maret 2023 | 10.00 WIB
WP Pekerja Bebas Perlu Ikuti Akuntansi Saat Lapor Pajak? Cek Aturannya

Seniman asal Bandung Fransisca Agustina memainkan instrumen musik melalui media pakaian saat penampilan musik eksperimental di Rumah Petik, Bandung, Jawa Barat, Senin (6/3/2023). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/rwa.

JAKARTA, DDTCNews – Ketentuan mengenai pembukuan dan pencatatan bagi wajib pajak (WP) orang pribadi (OP) yang menjalankan pekerjaan bebas tertuang dalam Pasal 28 UU 28/2007 tentang KUP s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang HPP.

Berdasarkan Pasal 28 ayat (1) UU KUP, wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau menjalankan pekerjaan bebas dan wajib pajak badan di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.

"Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usahanya," bunyi penggalan Pasal 28 ayat (3) UU KUP, dikutip pada Selasa (28/3/2023).

Sebelum menghitung pajak yang terutang, untuk mengetahui penghasilan bersih wajib pajak maka WP OP pekerja bebas harus melakukan pembukuan atau pencatatan. Apa perbedaan dari pembukuan dan pencatatan? Definisi mengenai pembukuan diatur dalam Pasal 1 angka 29 UU KUP.

"Pembukuan merupakan proses pencatatan yang ... mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi ...," bunyi penggalan Pasal 1 angka 29 UU KUP.

Sederhananya, pembukuan dilakukan berdasarkan ketentuan pedoman akuntansi. Sementara itu, pencatatan hanya terbatas sebagai proses rekapitulasi sederhana tentang penghasilan bruto dan data lain yang berkaitan. Baca lebih lanjut di Kewajiban Pembukuan dan Pencatatan.

Wajib pajak orang pribadi yang wajib melakukan pembukuan adalah WP OP pekerja bebas yang peredaran brutonya lebih dari Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak. Apabila peredaran bruto kurang dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak maka boleh untuk melakukan pencatatan dan menghitung besaran penghasilan neto menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN).

Pemberitahuan untuk menggunakan NPPN harus diberitahukan kepada Ditjen Pajak (DJP) dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Apabila tidak memberitahukan menggunakan NPPN maka dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan. (Sabian Hansel/sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
Facebook DDTC
Twitter DDTC
Line DDTC
WhatsApp DDTC
LinkedIn DDTC
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.