Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah melalui PMK 190/2022 resmi mengubah ketentuan mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai, yang kini termasuk impor barang tidak berwujud seperti software.
Kepala Subdirektorat Impor DJBC Chotibul Umam mengatakan pengaturan mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai berupa produk digital seperti peranti lunak (software) menjadi hal baru dalam PMK 190/2022. Ketentuan ini mulai berlaku pada 1 Januari 2023 sehingga perlu diperhatikan para importir.
"Mungkin Bapak-Ibu download dulu di internet, kemudian nanti akan dapat di-install. Ini tetap nanti Bapak-Ibu wajib menyampaikan pemberitahuan pabean," katanya dalam sosialisasi PMK 190/2022, dikutip pada Kamis (5/1/2023).
Chotibul mengatakan PMK 190/2022 kini turut mengatur impor barang tidak berwujud seperti produk software dan barang digital lainnya yang ditransmisikan secara elektronik. Impor barang tidak berwujud perlu diatur karena banyak produk digital yang diimpor ke Indonesia.
Dia menjelaskan pengawasan terhadap penyelesaian kewajiban pabean atas impor untuk dipakai berupa barang tidak berwujud akan dilakukan melalui mekanisme audit kepabeanan yang diatur undang-undang. Sementara itu, ketentuan lain terkait pengeluaran barang impor untuk dipakai berupa barang tidak berwujud bakal mengikuti prosedur impor untuk dipakai secara umum.
Penyelesaian kewajiban pabean atas barang impor untuk dipakai berupa barang tidak berwujud dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan impor barang (PIB). Importir pun harus menyampaikan PIB melalui sistem komputer pelayanan (SKP) ke kantor pabean tempat importir berdomisili atau kantor pabean lainnya.
Penyampaian PIB dilakukan paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal pembayaran atas transaksi pembelian barang tidak berwujud. Meski demikian, bea masuk atas barang digital tetap bertarif 0%, sebagaimana diatur dalam PMK 26/2022.
Chotibul menambahkan pengenaan tarif 0% tersebut juga sejalan dengan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/ WTO) yang masih menerapkan moratorium pengenaan tarif bea masuk atas produk digital.
"Tetapi hal ini bagi Indonesia kurang tepat karena di dalam UU Kepabeanan Pasal 8B sudah mengamanatkan bahwa software yang ditransmisikan secara elektronik terutang bea masuk," ujarnya. (sap)