Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono.
JAKARTA, DDTCNews - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2022 mengalami surplus senilai US$5,09 miliar.
Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan surplus tersebut berasal dari ekspor senilai US$26,09 miliar dan impor US$21 miliar. Menurutnya, surplus neraca perdagangan itu melanjutkan tren yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
"Kalau dilihat dari trennya, surplus di bulan Juni ini surplus 26 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," katanya, Jumat (15/7/2022).
Dia menjelaskan ekspor pada Juni 2022 yang tercatat senilai US$26,09 miliar mengalami kenaikan 41% dibandingkan dengan periode yang sama 2021. Pada ekspor nonmigas, angkanya mencapai US$24,56 miliar atau naik 42%.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia sepanjang Januari hingga Juni 2022 mencapai US$141,07 miliar atau naik 37% dibandingkan dengan periode yang sama 2021.
Berdasarkan sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan pada Januari hingga Juni 2022 naik 26% dari periode yang sama tahun lalu. Ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan naik 13%, sedangkan ekspor hasil tambang dan lainnya naik 107%.
Lebih lanjut, China menjadi tujuan ekspor terbesar pada Juni 2022 dengan nilai perdagangan senilai US$5,09 miliar, disusul India US$2,53 miliar dan Amerika Serikat US$2,46 miliar. Kontribusi dari ketiga negara tersebut mencapai 41%.
Sementara itu, nilai impor tercatat US$21,00 miliar, tumbuh 22% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Impor migas pada Juni 2022 mencapai US$3,67 miliar, naik 60% dan impor nonmigas senilai US$17,33 miliar atau naik 16%.
Negara pemasok barang impor nonmigas terbesar sepanjang Januari hingga Juni 2022 adalah China dengan nilai impor mencapai US$32,08 miliar. Disusul, Jepang dengan nilai impor US$8,35 miliar dan Thailand US$5,83 miliar.
Berdasarkan golongan penggunaan barang, lanjut Margo, terjadi peningkatan impor pada barang konsumsi sampai dengan 8% secara tahunan. Kemudian, bahan baku/penolong tumbuh 30%, dan barang modal naik 26%.
"Indikasi impor juga menunjukkan ekonomi domestik tumbuh dan ada perbaikan. Itu ditunjukkan dengan kenaikan impor barang konsumsi, bahan baku/penolong, dan barang modal sebagai bagian untuk peningkatan kapasitas produksi di dalam negeri," ujarnya. (rig)