Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Mandiri Investment Forum 2022. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan langkah konsolidasi fiskal yang tengah dilakukan pemerintah tidak akan mengorbankan pemulihan ekonomi nasional.
Sri Mulyani mengatakan pemerintah harus memperlebar defisit karena penerimaan negara mengecil tetapi kebutuhan belanja yang meningkat akibat pandemi Covid-19. Menurutnya, konsolidasi fiskal diperlukan untuk kembali menyehatkan APBN.
"Jika kita menavigasi dengan cara yang baik, terukur, dan berhati-hati, kita seharusnya bisa mencapai apa yang ingin diwujudkan DPR dan pemerintah, yaitu pemulihan ekonomi yang tidak dikorbankan karena kita melakukan konsolidasi fiskal. Kami tidak akan mengorbankan pemulihan ekonomi," katanya dalam Mandiri Investment Forum 2022, Rabu (9/2/2022).
Sri Mulyani mengatakan pemerintah menjadikan APBN sebagai instrumen countercyclical untuk menangani krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19, memberi perlindungan sosial kepada masyarakat, serta mendukung pemulihan ekonomi. Dengan kondisi tersebut, defisit APBN telah melebar hingga 6,09% terhadap PDB pada 2020.
Menurutnya, pemerintah berkomitmen patuh pada amanat UU 2/2020Â untuk mengembalikan defisit APBN ke level 3% pada 2023. Oleh karena itu, langkah-langkah konsolidasi fiskal harus dilakukan secara hati-hati agar penurunan defisit tidak menimbulkan syok pada perekonomian.
Sri Mulyani menjelaskan pandemi Covid-19 telah berlangsung selama 2 tahun dan tren pemulihan ekonomi kini sudah mulai terlihat. Ketika kegiatan ekonomi masyarakat mulai berjalan, pemerintah akan bisa mengurangi dukungan kebijakan fiskal secara bertahap.
Meski demikian, pandemi sampai saat ini masih akan ada di dunia sebelum nantinya mengalami transisi menjadi endemi. Dalam situasi yang serba tidak pasti tersebut, Sri Mulyani menilai pemerintah harus segera menyehatkan APBN agar nantinya dapat kembali berperan sebagai bumper apabila dibutuhkan.
"Di satu sisi kita optimistis bahwa pandemi akan berangsur menjadi menjadi endemi, tapi kita harus waspada dan selalu menyiapkan diri. Kesehatan APBN tetap harus dijaga karena kita tidak tahu pandemi akan berlangsung seberapa lama dan bagaimana syok ini akan muncul di masa mendatang," ujarnya.
Pemerintah mencatat defisit APBN melebar hingga 6,09% terhadap PDB pada 2020 dan berangsur turun menjadi 4,65% PDB pada 2021. Memasuki 2022, pemerintah merencanakan defisit APBN senilai Rp868,0 triliun atau 4,85% terhadap PDB.
Mengenai pertumbuhan ekonomi, realisasinya pada 2021 hanya sebesar 3,69%, lebih rendah dari yang tertuang dalam asumsi makro UU APBN 2021 sebesar 5%. Adapun pada 2022, pemerintah menargetkan ekonomi akan tumbuh 5,2%. (sap)