Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam sosialisasi UU HPP. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta pengertian pengusaha mengenai keputusan pemerintah dan DPR yang membatalkan rencana penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari 22% menjadi 20%. Rencana penurunan tarif memang sempat dituangkan dalam UU 2/2020, namun UUÂ Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) kemudian membatalkan rencana tersebut.
Sri Mulyani mengatakan tarif PPh badan batal turun karena pemerintah perlu segera menyehatkan pendapatan negara dan defisit APBN. Selain itu, tarif 22% juga tergolong rendah di antara negara lain di dunia.
"Saya tahu sih Pak Sofjan agak kurang happy, enggak apa-apa Pak Sofjan ya. Kadin juga kurang happy, tapi pendapatan negara perlu untuk kita jaga," katanya dalam Sosialisasi UU HPP Jakarta-Banten, Selasa (14/12/2021).
Sri Mulyani memanfaatkan momen sosialisasi tersebut untuk menjelaskan ruang lingkup UU HPP, termasuk soal PPh badan. Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani bertemu dengan wajib pajak prominen dan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) termasuk Ketua Dewan Pertimbangan Sofjan Wanandi, serta Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.
Sri Mulyani mengatakan penerimaan pajak sempat mengalami kontraksi dalam ketika pandemi Covid-19. Di sisi lain, APBN juga berperan menjaga perekonomian selama pandemi Covid-19, sehingga defisitnya harus diperlebar.
Menurutnya, pemerintah perlu segera menyehatkan APBN yang salah satunya melalui peningkatan penerimaan pajak.
Dia menyebut tarif PPh badan sebesar 22% juga relatif bersaing dengan negara lain. Tarif PPh badan rata-rata OECD pada 2021 sebesar 22,81%, G-20 24,17%, dan Asean 22,17%.
"Ada yurisdiksi seperti Irlandia yang [tarif PPh badannya] ekstrem rendah, tapi tidak menjadi benchmark kita. [Benchmark] kita pada negara yang tetap butuh penerimaan pajak," ujarnya. (sap)