DDTC TAX AUDIT & TAX DISPUTE WEBINAR SERIES

Interpretasi Transfer Pricing, Putusan Pengadilan Perlu Dipelajari

Nora Galuh Candra Asmarani
Jumat, 13 Agustus 2021 | 18.15 WIB
Interpretasi Transfer Pricing, Putusan Pengadilan Perlu Dipelajari

Specialist Transfer Pricing Services DDTC Dwina Karina Sumeler dan Associate Partner International Tax and Transfer Pricing Services DDTC Yusuf Wangko Ngantung dalam webinar Recent updates and Case Study on Transfer Pricing Disputes, Jumat (13/8/2021)

JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak perlu mempelajari putusan Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung guna membantu menginterpretasi ketentuan transfer pricing.

Specialist Transfer Pricing Services DDTC Dwina Karina Sumeler mengatakan tidak cukup apabila hanya mempelajari hukum positif transfer pricing. Menurutnya, wajib pajak juga perlu memahami interpretasi final dari ketentuan transfer pricing melalui putusan pengadilan.

“Ini agar kita mengetahui bagaimana sebenarnya penerapan hukum transfer pricing. Jika kita hanya tahu hukumnya, kita interpretasi hanya berdasarkan pemahaman masing-masing,” ujarnya dalam webinar Recent updates and Case Study on Transfer Pricing Disputes, Jumat (13/8/2021).

Dwina mencontohkan kasus terkait dengan justifikasi kesebandingan dengan menggunakan satu pembanding. Menurutnya, kasus tersebut menggambarkan bagaimana pengaplikasian satu sampel dan satu titik kewajaran dalam analisis kesebandingan.

Dia juga menguraikan studi kasus mengenai justifikasi kondisi kerugian yang tidak dipengaruhi oleh transaksi hubungan istimewa. Berdasarkan kasus itu, ia menjelaskan tentang suatu kondisi yang dapat disebut abnormal sehingga perlu dilakukan normalisasi laporan keuangan.

Kondisi abnormal merupakan kondisi tertentu yang dapat memengaruhi analisis kesebandingan karena menciptakan situasi unik dan umumnya tidak terjadi berulang. Apabila hal ini terjadi, wajib pajak dapat mengidentifikasi kondisi yang abnormal dan menormalisasikannya agar sebanding.

Associate Partner International Tax and Transfer Pricing Services DDTC Yusuf Wangko Ngantung menambahkan normalisasi tidak cukup dilakukan hanya dengan argumen normatif. Wajib pajak juga perlu menguantifikasi dan memperhitungkannya dalam profit and loss account.

“Tak cukup menceritakan penurunan laba secara normatif dengan bukti dokumen. Kita benar-benar harus mengeluarkan angka seandainya kondisi abnormal tidak ada. Kondisi dalam kasus itu mirip dengan kondisi pandemi, karena banyak perusahaan yang turun profitnya,” tuturnya.

Yusuf juga menjabarkan studi kasus terkait dengan penggunaan transactional net margin method (TNMM) sebagai sanity check dalam sengketa pembayaran royalti kepada pihak dengan hubungan istimewa.

Dia menyebut keputusan pengadilan pajak dalam kasus tersebut menjadi landmark decision perlunya penggunaan TNMM untuk mengonfirmasi kebenaran analisis metode comparable uncontrolled price (CUP) dalam pembayaran royalti. Namun, ia menekankan bahwa ketika menggunakan dua metode, kesimpulannya harus saling mengonfirmasi.

Webinar yang dihadiri lebih dari 1.000 peserta ini merupakan seri terakhir dari DDTC Tax Audit & Tax Dispute Webinar Series. Acara yang digelar DDTC Academy ini menjadi bagian dari rangkaian acara untuk memeriahkan HUT ke-14 DDTC.

DDTC juga menggelar webinar lainnya seperti Webinar Series: University Roadshow. Selain itu, akan ada pula acara bertajuk Grand Closing DDTC 14th Anniversary: Tax and Technology Talk Show & The Relaunching of Perpajakan DDTC New Generation. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.