Pekerja memotret bahan kain batik Lebak di Imah Batik Sahate, Lebak, Banten, Rabu (9/6/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/foc.
JAKARTA, DDTCNews – Usaha Mikro Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki peranan yang besar bagi perekonomian. Namun, karakteristik UMKM yang berbeda dengan bentuk usaha lain membuatnya perlu perlakuan pajak khusus.
Manager DDTC Fiscal Research Denny Vissaro mengatakan setidaknya terdapat dua alasan mengapa UMKM umumnya memerlukan perlakuan pajak khusus. Terlebih dengan besarnya kontribusi UMKM terhadap ekonomi suatu negara.
Pertama, UMKM rentan gulung tikar, terutama yang berskala kecil dan belum matang. Faktor ini muncul lantaran UMKM memiliki kemampuan investasi terbatas. Untuk itu, dibutuhkan perlakuan pajak khusus untuk mendorong investasi bagi UMKM.
Selain itu, UMKM juga terdampak informasi pasar yang asimetris, mengalami hambatan masuk pasar, atau sulit mencari pendanaan. Pada akhirnya, pelaku UMKM sulit untuk berkembang dan berkompetisi secara setara dengan perusahaan yang lebih stabil.
Kedua, sistem pajak kerap kali tidak berpihak bagi UMKM. Misal, skema angsuran PPh berpotensi mengganggu cash flow UMKM yang belum memiliki kestabilan modal dan ketersediaan laba ditahan.
Biaya bunga yang bisa dibebankan juga dirasa lebih menguntungkan usaha besar yang relatif lebih mudah memperoleh pinjaman. Tak hanya itu, sistem pajak yang berlaku umum mengharuskan pembukuan, padahal aktivitas tersebut berpotensi memberikan beban tambahan yang signifikan bagi UMKM.
Menurut Denny, UMKM memang relatif lebih sulit menanggung biaya kepatuhan (compliance cost) yang lebih tinggi dari entitas usaha lainnya. Tingginya biaya kepatuhan ini justru mengakibatkan keengganan UMKM untuk berpartisipasi dalam sistem pajak.
“Biaya kepatuhan diakibatkan oleh kompleksnya sistem pajak, volatilitas peraturan pajak, kebutuhan dokumentasi, menggunakan jasa pihak ketiga atau merekrut staf pajak, waktu memenuhi kepatuhan, risiko sengketa pajak, dan lainnya,” tuturnya. Dalam konteks Indonesia, tantangannya turut mencakup rendahnya literasi pajak.
Namun demikian, Denny menekankan perlakuan pajak khusus juga harus dipertimbangkan secara hati-hati. Perlakuan pajak khusus harus tepat dan mampu memberikan solusi untuk seluruh kelompok UMKM.
Dia mengingatkan skema perlakuan khusus dapat menciptakan kecemburuan bagi kelompok yang dikenakan skema pajak umum. Skema perlakuan pajak khusus juga berpotensi menimbulkan potensi penerimaan yang hilang.
Selain itu, skema pajak khusus seperti presumptive tax, juga bisa kontraproduktif bagi perkembangan bisnis UMKM. Misal, UMKM sengaja mempertahankan skala usahanya sehingga tidak melewati threshold tertentu guna menghindari skema pajak umum. Oleh karena itu, skema tersebut seharusnya bersifat temporer dengan adanya pendampingan kesiapan untuk masuk dalam rezim yang berlaku umum. (rig)