Ketua BPK Agung Firman Sampurna. (Foto: Twitter BPK)
JAKARTA, DDTCNews - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta pemerintah segera merespons 2 pendapat BPK atas jaminan kesehatan nasional (JKN) dan dana otsus Papua dan Papua Barat.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan 2 pendapat yang telah disampaikan kepada presiden sejak 18 Januari 2021 menekankan perlunya langkah lanjutan untuk memperbaiki tata kelola JKN dan dana otsus.
"Pendapat BPK ini memiliki arti penting, karena BPK bukan saja menjalankan peran oversight, tetapi juga berupaya memberikan nilai dan manfaat lebih bagi para pemangku kepentingan melalui peran insight dan foresight," ujar Ketua BPK Agung Firman Sampurna, dikutip Rabu (31/3/2021).
Agung mengatakan salah satu peran BPK dalam mewujudkan tata kelola keuangan negara yang baik adalah melalui pemberian pendapatan. Dengan semangat tersebut, pendapat atas JKN dan dana otsus diberikan.
BPK merasa perlu memberikan pendapat mengingat hasil pemeriksaan BPK menunjukkan masih ada permasalah mendasar yang terus berulang secara bertahun-tahun. Agar masalah selesai, pemerintah perlu mengeluarkan langkah strategis yang melibatkan banyak kementerian dan pemda.
"Pendapat BPK ini diharapkan dapat mendorong pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut secara tepat, terstruktur, dan dalam waktu yang tidak terlalu lama," ujar Agung.
Dalam pendapatnya, BPK mencatat program JKN masih dihantui oleh banyak masalah mulai dari masalah kepesertaan, pelayanan, hingga pendanaan. Masalah-masalah tersebut dinilai tak kunjung selesai.
Beberapa masalah yang terjadi contohnya antara lain database JKN yang belum terintegrasi dengan database kementerian, pemberian layanan kesehatan yang belum optimal, hingga kurangnya optimalnya BPJS Kesehatan dalam mengumpulkan iuran dari peserta JKN.
Penyaluran dana otsus kepada Papua dan Papua Barat juga memiliki masalah dalam aspek regulasi, kelembagaan, hingga SDM. Dari sisi regulasi, UU Otsus tidak mengamanatkan adanya grand design pembangunan Papua sehingga implementasinya tidak sejalan dengan semangat UU tersebut.
Dari sisi SDM, kapasitas SDM pada di daerah masih belum memadai dan berdampak pada perencanaan dan alokasi dana otsus. Pelaksanaan dan pertanggungjawaban dana otsus masih belum akuntabel dan pengawasannya tidak optimal. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.