Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (23/3/2021).
JAKARTA, DDTCNews – Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan strategi penggalian potensi dan penerimaan pajak terhadap sektor usaha tertentu bukan bertujuan untuk menarik pajak lebih besar dari biasanya.
Suahasil menilai strategi optimalisasi penggalian potensi dan penerimaan merupakan dinamika dalam perekonomian. Apabila beberapa sektor usaha menunjukkan kinerja bisnis yang lebih baik maka jenis usaha tersebut masuk dalam daftar penggalian potensi.
"Beberapa sektor usaha seperti farmasi, teknologi informasi yang disebutkan itu bukan disasar karena itu seperti mengincar sekali. Saat sektor itu berkembang maka diharapkan untuk bayar pajak terus," katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (23/3/2021).
Tahun ini, otoritas pajak berupaya menggali potensi penerimaan pajak dari empat sektor usaha, yakni informasi dan komunikasi, industri makanan dan minuman, perdagangan, serta industri farmasi dan kesehatan.
Tahun depan, otoritas pajak akan menyasar jasa keuangan elektronik, konstruksi, serta pertanian, perikanan, dan kehutanan. Pada 2023, sektor usaha yang akan digali antara lain tekstil, pertambangan, akomodasi, serta pakaian jadi. Tahun selanjutnya, real estat dan industri pendukungnya.
Suahasil menekankan pentingnya penerimaan pajak dalam memenuhi kebutuhan pembangunan tidak hanya ditopang oleh sektor usaha tertentu. Menurutnya, kepatuhan membayar dan melaporkan pajak menjadi tanggung jawab semua pemangku kepentingan di Indonesia.
"Mumpung dekat akhir Maret kami minta seluruh masyarakat umum untuk bayar dan lapor SPT untuk orang pribadi di akhir Maret dan badan usaha pada akhir April. Ini kesempatan yang baik karena pajak sumber utama pembiayaan negara," ujarnya.
Suahasil menambahkan kebijakan perpajakan tersebut juga ikut dilengkapi dengan strategi pemerintah dalam hal pembiayaan utang. Menurutnya, otoritas perlu membaca situasi pasar dengan cermat agar mampu memenuhi pembiayaan defisit APBN tahun ini sebesar 5,7% dari PDB.
"Kami akan kelola se-prudent mungkin untuk pengelolaan obligasi dengan cari titik saat masuk ke pasar yang baik. Karena ini jadi kepentingan untuk membiayai defisit yang 5,7% dari PDB," tuturnya. (rig)