Ilustrasi. Refleksi kaca deretan gedung bertingkat di Jakarta, Senin (1/6/2020). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.
JAKARTA, DDTCNews – Tertekannya usaha wajib pajak badan pada 2020 akan menjadi salah satu tantangan upaya pengamanan target penerimaan tahun ini.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan selain penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dan pemberian insentif, tekanan usaha karena pandemi Covid-19 juga akan memengaruhi kinerja penerimaan.
“Dampak pandemi terhadap penghasilan perusahaan di tahun 2020 sangat besar. Artinya, mereka kemungkinan di SPT Tahunan enggak ada laba. Kalau enggak ada laba, enggak ada PPh Pasal 29 di April dan enggak ada PPh Pasal 25 yang dibayarkan. Ini risiko yang cukup besar,” ujarnya dalam sebuah webinar, dikutip pada Senin (25/1/2021).
Tidak hanya itu, lanjut Hestu, ada juga risiko permintaan restitusi sebagian. Hal inilah yang menjadi sebagian tantangan otoritas mengamankan target penerimaan pajak tahun ini senilai Rp1.229,58 triliun atau naik 14,7% dibandingkan realisasi tahun lalu Rp1.071,58 triliun (data terbaru DJP).
Tahun lalu, realisasi penerimaan PPh badan tercatat minus 37,8%. Otoritas menyatakan kontraksi penerimaan PPh badan disebabkan menurunnya aktivitas usaha akibat pandemi Covid-19. Pasalnya, banyak korporasi atau dunia usaha yang mengalami kontraksi sangat berat karena pandemi.
Selain proyeksi menurunnya setoran PPh badan, sambung Hestu, ada risiko pertumbuhan sektor dominan penyumbang penerimaan yang akan terjadi dalam jangka menengah. Sektor tersebut antara lain industri, jasa keuangan, dan perdagangan.
“Dari 3 sektor ini, kita dapat 60% dari penerimaan pajak. Namun, tumbuhnya menengah, enggak cepat,” imbuhnya.
Kemudian, tantangan selanjutnya terletak pada target itu sendiri. Kenaikan 14,7% melebihi patokan target pertumbuhan alamiah dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5% dan inflasi 3%. Dengan demikian, lanjutnya, tax buoyancy harus lebih dari 1.
Hestu mengatakan selain risiko dari sisi penerimaan itu sendiri, ada 2 faktor lain yang akan memengaruhi penerimaan pajak 2021. Pertama, daerah penyumbang penerimaan yang dominan adalah daerah yang terdampak tinggi pandemi Covid-19.
Kedua, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan penuh ketidakpastian. Apalagi, sejumlah lembaga internasional juga sudah beberapa kali mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun lalu.
“Itu [perubahan proyeksi] mungkin masih akan terjadi di tahun 2021 ini,” kata Hestu. (kaw)