Tampilan awal salinan PMK 219/2020.
JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan merevisi ketentuan terkait dengan pelaporan refocusing APBD yang menjadi landasan atas pencairan dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) tahun anggaran 2020.
Berdasarkan Pasal 29 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan No. 219/2020, rasionalisasi belanja barang dan jasa serta belanja modal secara kumulatif ditetapkan paling kecil 35% atau turun dari sebelumnya ditetapkan minimal 50%.
"Besaran rasionalisasi belanja modal dan belanja barang/jasa secara kumulatif ... tidak berlaku pada pemda yang mengalami penurunan pendapatan asli daerah (PAD) yang ekstrim paling kurang 25%," bunyi Pasal 29 ayat (3) huruf a PMK No. 219/2020, dikutip (30/12/2020).
Batas minimal rasionalisasi belanja barang dan jasa serta belanja modal sebesar 35% juga tidak berlaku bagi pemda yang mengalami pandemi Covid-19 dan memerlukan anggaran yang cukup untuk menangani pandemi.
Sebagai bagian dari relaksasi, Kementerian Keuangan juga menetapkan beberapa aspek khusus yang akan menjadi pertimbangan pemerintah dalam melakukan penundaan serta pemotongan DAU dan DBH.
Selanjutnya, Pasal 39 ayat (11) PMK No. 219/2020 menyebutkan penundaan hingga pemotongan DAU dan DBH dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi kemampuan keuangan daerah dalam merasionalisasi belanja hingga penurunan PAD.
Laju pandemi Covid-19 di daerah juga dijadikan pertimbangan oleh Kementerian Keuangan dalam memutuskan penundaan hingga pemotongan DAU dan DBH.
Pada PMK No. 35/2020, pemerintah pada awalnya akan memberikan sanksi penundaan DAU dan DBH sebesar 35% setiap periode pencairan bagi daerah yang tidak melakukan penyesuaian APBD sesuai ketentuan.
Lebih lanjut, pemotongan DAU dan DBH dilakukan jika pemda tak menyetorkan laporan pencegahan atau penanganan pandemi Covid-19 selama 2 bulan berturut. Pemotongan dilakukan dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal daerah serta kebutuhan belanja hingga 3 bulan ke depan. (rig)