Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) didampingi Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, Menteri ATR Sofyan Djalil dan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia berfoto seusai menyampaikan keterangan pers UU Cipta Kerja, Rabu (7/10/2020) ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.
JAKARTA, DDTCNews –Klaster perpajakan yang tertuang dalam UU Cipta Kerja menjadi topik terpopuler sepanjang pekan ini. UU Cipta kerja memuat setidaknya perubahan empat undang-undang.
Empat undang-undang terkait dengan perpajakan tersebut antara lain UU Pajak Penghasilan (PPh); UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN); UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP); dan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Pasal-pasal UU PPh yang diubah dalam UU Cipta Kerja antara lain Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 26. Lalu, pasal-pasal UU PPN yang diubah terjadi pada Pasal 1A, Pasal 4A, Pasal 9, dan Pasal 13.
Kemudian, perubahan pada UU KUP terjadi pada Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 13, Pasal 13A (dihapus), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17B, Pasal 19, Pasal 27A (dihapus), Pasal 27B (baru), Pasal 38, dan Pasal 44B.
Selanjutnya, perubahan pada UU PDRD terjadi pada Pasal 141, Pasal 144 (dihapus), Pasal 156A (baru), Pasal 156B (baru), Pasal 157 (baru), Pasal 158, Pasal 159, dan Pasal 159A (baru).
Perubahan pasal UU PPh dalam UU Cipta Kerja menjadi yang paling menyedot perhatian publik. Untuk diketahui, Pasal 2 UU PPh berkaitan dengan subjek pajak. Lalu, Pasal 4 tentang objek pajak dan Pasal 26 tentang PPh final.
Topik lainnya dari UU Cipta Kerja yang juga menyedot perhatian publik yaitu perubahan Pasal 9 UU PPN yang berkaitan dengan pajak masukan. Serta, artikel yang ditulis oleh managing partner DDTC Darussalam, dengan judul makna positif klaster perpajakan dalam UU Cipta Kerja sangat menyedot pembaca. Berikut berita pajak pilihan lainnya sepanjang pekan ini (5-9 Oktober 2020).
E-Faktur 3.0, Pengkreditan Pajak Masukan Tetap Harus Utuh
Dengan adanya fitur prepopulated pajak masukan dalam aplikasi e-faktur 3.0, pengkreditan pajak masukan tetap harus dilakukan secara utuh dalam suatu masa pajak.
Ditjen Pajak (DJP) menyatakan sama seperti versi sebelumnya, pengkreditan pajak masukan yang dilakukan pengusaha kena pajak (PKP) menggunakan aplikasi e-faktur 3.0 tetap tidak dapat dilakukan sebagian dalam suatu masa pajak.
Seperti diberitakan sebelumnya, pengkreditan pajak masukan melalui fitur prepopulated pada e-faktur 3.0 tidak harus dilakukan dengan memilih (klik) satu persatu. Pengkreditan pajak masukan dapat dilakukan per halaman yang ditampilkan oleh sistem, yaitu 1.000 data pajak masukan.
Hasil Survei DJP: 16% WP Belum Lapor Realisasi Insentif Pajak
Wajib pajak (WP) yang telah memanfaatkan insentif pajak belum sepenuhnya patuh melaporkan realisasinya kepada otoritas pajak.
Hasil survei Ditjen Pajak (DJP) menunjukan masih terdapat WP yang memanfaatkan insentif pajak tetapi belum melaporkan realisasi. Dari hasil survei DJP ini, terdapat 6.107 responden yang memanfaatkan fasilitas pajak dari pemerintah.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 84% responden sudah melaporkan realisasi insentif. Sisanya, sebanyak 16% belum menyampaikan laporan. Setidaknya terdapat dua penyebab utama wajib pajak belum melaporkan realisasi insentif.
Dirjen Pajak Terbitkan Peraturan Baru Soal APA
Dirjen Pajak Suryo Utomo merilis beleid baru mengenai tata cara penyelesaian permohonan, pelaksanaan, dan evaluasi kesepakatan harga transfer (advance pricing agreement/APA).
Tata cara penyelesaian, permohonan, pelaksanaan, dan evaluasi APA tersebut masuk dalam Perdirjen Pajak No.PER-17/PJ/2020. Beleid ini merupakan aturan pelaksana dari Pasal 22 ayat 9 huruf a Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 22/PMK.03/2020.
Secara garis besar, beleid ini memerinci ketentuan terkait dengan tata cara pelaksanaan kesepakatan harga transfer yang sebelumnya telah diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 15 sampai dengan Pasal 21 PMK No. 22/PMK.03/2020.
Perincian tersebut mulai dari tata cara pengajuan permohonan APA, prosedur penelitian pemenuhan ketentuan usulan penentuan harga transfer dalam permohonan APA, serta ketentuan mengenai pencabutan permohonan APA Bilateral.
Ingat, e-Faktur 2.2 Bakal Ditutup
Mulai hari ini, Senin (5/10/2020), pengusaha kena pajak (PKP) tidak dapat lagi menggunakan e-faktur 2.2. Hal ini dikarenakan Ditjen Pajak (DJP) sudah mengimplementasikan e-faktur 3.0 secara nasional.
Dengan demikian, pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa pajak pertambahan nilai (PPN) mulai masa September 2020 sudah menggunakan e-faktur web based. Simak artikel 'Implementasi Nasional Mulai Hari Ini, Segera Update e-Faktur 3.0'.
Namun demikian, pelaporan atau pembetulan SPT Masa PPN untuk masa pajak sebelum September 2020 masih bisa dilakukan dengan upload comma separated value (CSV) melalui DJP Online.
Fitur-fitur tambahan yang ada dalam aplikasi e-faktur 3.0 antara lain prepopulated pajak masukan, prepopulated pemberitahuan impor barang (PIB), prepopulated SPT, dan sinkronisasi kode cap fasilitas.
DJP Sediakan Hotline Khusus Konsultasi e-Faktur 3.0
Ditjen Pajak (DJP) menyediakan hotline khusus bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menginginkan konsultasi lantaran masih menemui kendala terkait dengan implementasi e-faktur 3.0 secara nasional.
Konsultasi teknis seputar e-faktur 3.0 tersedia dalam layanan Kring Pajak DJP 1500200. Selain Kring Pajak, PKP juga bisa melakukan konsultasi melalui account representative (AR) di kantor pajak terdaftar.
Menurutnya, diseminasi informasi seputar layanan e-faktur 3.0 dan pelaporan SPT Masa PPN melalui e-faktur web based dilakukan semua unit vertikal DJP. Untuk diingat, DJP juga sudah menutup akses untuk aplikasi e-faktur 2.2. (rig)