INDUSTRI OTOMOTIF

Soal PPnBM Mobil 0%, Kepala BKF: Semoga Bisa Diputuskan Secepatnya

Dian Kurniati
Jumat, 25 September 2020 | 14.35 WIB
Soal PPnBM Mobil 0%, Kepala BKF: Semoga Bisa Diputuskan Secepatnya

Ilustrasi. Petugas keamanan berjaga di sekitar unit mobil baru di salah satu kawasan industri otomotif di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jum'at (4/9/2020). ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/hp.

JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih mengkaji usulan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita terkait dengan pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) atas mobil baru.

Meski demikian, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu mengungkap sejumlah pertimbangan yang dikaji sebelum pengambilan keputusan. Menurutnya, kebijakan pembebasan PPnBM dapat berdampak pada setidaknya dua hal, yakni industri otomotif dan konsumsi masyarakat.

"Masih kami pelajari. Semoga bisa diputuskan secepatnya," katanya melalui konferensi video, Jumat (25/9/2020).

Febrio mengatakan BKF telah mempersempit kajian mengenai usulan pembebasan PPnBM tersebut hanya pada mobil lokal yang diproduksi di dalam negeri. Sementara pada mobil impor, tidak dipertimbangkan memperoleh pembebasan PPnBM.

Fokus diberikan untuk industri otomotif dalam negeri karena banyaknya tenaga kerja yang terserap pada sektor tersebut. Apalagi, mobil dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) lebih dari 70% akan ada multiplier effect pada pabrik-pabrik lain yang memproduksi komponennya.

Sementara dari sisi konsumen, Febrio menyebut mereka belum merasa aman membelanjakan uangnya untuk membeli mobil pada masa pandemi virus Corona. Dengan adanya insentif pajak, ada peluang untuk mendorong pembelian mobil baru.

Febrio menghitung potensi kontribusi penjualan mobil terhadap produk domestik bruto (PDB) yang lumayan besar karena memiliki harga relatif mahal. Secara rata-rata, penjualan mobil pada kondisi normal sekitar 1 juta unit per tahun atau sekitar 70.000 per bulan.

Jika masyarakat membeli 100.000 unit mobil, Febrio menghitung kontribusinya bisa mencapai 0,1% terhadap PDB. Konsumsi inilah yang dipertimbangkan akan mampu mengerek pertumbuhan ekonomi nasional.

"Ini logika yang kami pelajari. Apakah sudah waktunya melakukan itu? Karena dampaknya pada PDB tidak kecil," ujarnya. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.