Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – PMK 81/2024 mengubah terminologi Pemungut PPN Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) menjadi Pihak Lain. Selain mengubah terminologi, PMK 81/2024 juga mengatur pemberian nomor pokok wajib pajak (NPWP) bagi pihak lain tersebut.
Pihak lain dalam konteks ini adalah pelaku usaha PMSE yang ditunjuk oleh menteri keuangan sebagai pemungut PPN. Adapun pelaku usaha PMSE ditunjuk sebagai pemungut PPN apabila telah memenuhi kriteria tertentu.
“Pihak lain...diberikan nomor identitas perpajakan dalam bentuk NPWP sebagai sarana administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas pihak lain...,” bunyi Pasal 334 ayat (6) PMK 81/2024, dikutip pada Minggu (24/11/2024).
Ketentuan mengenai penunjukkan pelaku usaha PMSE sebagai pemungut PPN sebelumnya diatur dalam PMK 60/2022. Berdasarkan beleid ini, pelaku usaha PMSE yang ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE juga akan diberikan nomor identitas.
Namun, merujuk Perdirjen Pajak No. PER-12/PJ/2020, nomor identitas itu berupa surat keterangan terdaftar dan kartu nomor identitas perpajakan. Contoh surat keterangan terdaftar dan kartu nomor identitas perpajakan itu tercantum dalam lampiran PER-12/PJ/2020.
Berdasarkan contoh format pada PER-12/PJ/2020, kartu nomor identitas perpajakan berbeda dengan NPWP. Artinya, PMK 81/2024 mengubah bentuk nomor identitas untuk pelaku usaha PMSE yang ditunjuk sebagai pemungut PPN (atau disebut pihak lain) menjadi berupa NPWP.
Perubahan mencolok lain perihal ketentuan penggunaan mata uang dalam penyetoran PPN PMSE. Sesuai dengan PMK 81/2024, pihak lain yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar daerah pabean bisa melakukan penyetoran PPN yang dipungut dengan 2 jenis mata uang.
Pertama, mata uang rupiah, dengan kurs yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan (biasa disebut kurs pajak) yang berlaku pada tanggal penyetoran. Kedua, mata uang dolar Amerika Serikat (AS).
Apabila dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya, PMK 60/2022 memberikan 3 opsi mata uang yang bisa digunakan, yaitu: (i) rupiah, dengan kurs pajak yang berlaku pada tanggal penyetoran; (ii) dolar AS; (iii) atau mata uang asing lainnya yang ditetapkan dirjen pajak.
Sementara itu, pihak lain yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di dalam daerah pabean melakukan penyetoran PPN yang dipungut menggunakan mata uang rupiah. Adapun ketentuan ini merupakan klausul baru yang dimuat dalam PMK 81/2024.
Selain itu, PMK 81/2024 juga mewajibkan pihak lain melaporkan PPN yang telah dipungut dan yang telah disetor untuk setiap masa pajak. Pelaporan tersebut dilakukan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Pelaporan PPN PMSE yang telah dipungut dan disetorkan tersebut dilakukan melalui SPT Masa PPN bagi pemungut PPN PMSE. Apabila pihak lain tidak melaporkan SPT Masa PPN tersebut maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan UU KUP.
Perlu diperhatikan, PMK 81/2024 baru berlaku pada 1 Januari 2025. Pada saat PMK 81/2024 mulai berlaku maka PMK 60/2022 akan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Simak Wajib Pajak PMSE Bakal Bisa Daftar via Coretax, Unduh Modulnya di Sini (rig)