Ilustrasi.Pekerja menunjukkan buah kelapa sawit usai dipanen di kawasan PT Perkebunan Nusantara IV, Deli Serdang, Sumatera Utara, Kamis (24/10/2024). ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/tom.
JAKARTA, DDTCNews - Dirjen Bea dan Cukai Askolani memperkirakan kebijakan larangan ekspor konsentrat tembaga mulai 1 Januari 2025 akan berdampak terhadap penerimaan bea.
Askolani menjelaskan pelarangan ekspor tembaga menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk mendorong hilirisasi. Menurutnya, kebijakan pelarangan ekspor tersebut bakal berdampak pada penerimaan bea keluar.
"Dampak daripada kebijakan itu tentunya kemungkinan kita tidak akan mendapatkan bea keluar dari tembaga lagi pada 2025," katanya, dikutip pada Senin (11/11/2024).
Askolani menuturkan Kemenkeu akan mengikuti ketentuan pelarangan ekspor tembaga. Menurutnya, penerimaan bea keluar dari tembaga sejauh ini hampir menyentuh Rp10 triliun, dan diprediksi akan melampaui angka tersebut pada akhir tahun.
Ketika ekspor tembaga dilarang, DJBC akan berfokus pada penerimaan bea keluar dari CPO yang juga cukup dominan, yaitu rata-rata mencapai Rp5 triliun per tahun.
Walaupun berdampak terhadap penerimaan bea keluar, Askolani meyakini pelarangan ekspor mampu memberikan beberapa manfaat bagi ekonomi nasional. Pertama, mendorong hilirisasi dan menarik lebih banyak investasi untuk pembangunan smelter.
Kedua, kegiatan hilirisasi akan menambah penerimaan negara dari pos yang lain, terutama pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) badan.
"Tentunya Pak Suryo [Dirjen Pajak Suryo Utomo] akan mereviu dampak dari shifting bea keluar ke pajak," ujarnya.
Ketiga, hilirisasi akan menambah penyerapan tenaga kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.
Pemerintah sebetulnya sempat melarang ekspor sejumlah produk tambang seperti konsentrat tembaga mulai 1 Juni 2024 melalui Permendag 22/2023. Namun, kebijakan itu ditunda hingga 31 Desember 2024 melalui Permendag 10/2024. (rig)