Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pengisian nilai dasar pengenaan pajak (DPP) dan pajak pertambahan nilai (PPN) dan/atau PPnBM pada faktur pajak dan SPT Masa PPN dilakukan dengan nilai satuan rupiah penuh. Artinya, pembulatan dilakukan ke bawah. Hal ini tertuang dalam lampiran PER-29/PJ/2015.
Selain itu, mengacu pada Surat Edaran Dirjen Pajak SE-22/PJ.24/1990 tentang Penulisan Angka Rupiah pada Dokumen Perpajakan, penulisan PPN dibulatkan ke bawah jika terdapat angka di belakang koma.
"Jika terdapat angka di belakang koma maka dilakukan pembulatan ke bawah," tulis Kring Pajak sata merespons pertanyaan netizen, Kamis (29/8/2024).
Sebagai contoh, tarif PPN 11% dikalikan dengan DPP senilai Rp2.342.343. Hasilnya, Rp257.657,73. Kemudian, dibulatkan ke bawah maka PPN-nya menjadi Rp257.657.
SE-22/PJ.24/1990 juga melampirkan contoh kasus atas penulisan angka-angka rupiah dalam dokumen perpajakan. Berikut adalah contoh lengkapnya.
1. Penghasilan kena pajak (PKP) dibulatkan ke bawah hingga ribuan penuh. Misalnya, penghasilan kena pajak Rp16.061.943,00. Untuk perhitungan tarif, penghasilan kena pajak dibulatkan menjadi Rp16.061.000.
2. Penulisan angka rupiah pada Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Setoran Pajak (SSP), bagian desimal (sen) dihilangkan.
Contoh:
a. Jumlah potongan PPh Pasal 21
15% X Rp300.560,40 = Rp45.084,36
dibulatkan menjadi Rp45.084
b. Jumlah pungutan PPh Pasal 22
15% x 6% x Rp3.568.550 = Rp320.569,5
dibulatkan menjadi Rp320.569
c. Jumlah angsuran PPh pasal 25
L/S: 1/12 x Rp2.467.568,00 = Rp205.630,66
dibulatkan menjadi Rp Rp205.630
TER: 12,75% x Rp3.456.876,00 = Rp440.751,69
dibulatkan menjadi Rp440.751
d. Jumlah pajak keluaran atau pajak masukan PPN
10% x Rp100.345.567,75 = Rp10.034.556,77
dibulatkan menjadi Rp10.034.556
e. Jumlah PPnBM yang terutang
20% x Rp500.564.985,5 = Rp100.112.997,10
dibulatkan menjadi Rp100.112.997
f. Jumlah PBB yang terutang
5% x Rp200.575.875 = Rp1.003.879,375
dibulatkan menjadi Rp1.003.879
*seluruh contoh di atas menggunakan aturan tarif pada saat SE diterbitkan. (sap)