Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - International Monetary Fund (IMF) mendorong Indonesia untuk memperbarui rencana penerimaan jangka menengah (medium-term revenue strategy/MTRS) dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak.
Menurut IMF, reformasi pajak di Indonesia tidak boleh berhenti pada implementasi UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
"Upaya peningkatan penerimaan harus mencakup reformasi kebijakan yang ambisius selain menerapkan UU HPP," ungkap IMF dalam Staff Report for the 2024 Article IV Consultation, dikutip Kamis (8/8/2024).
Berdasarkan catatan IMF, terdapat beberapa rencana kebijakan pajak yang sudah tertuang dalam MTRS 2017 tetapi belum diadopsi oleh Indonesia dalam UU HPP ataupun aturan teknis lainnya.
Adapun rencana kebijakan yang belum diterapkan antara lain penurunan threshold pengusaha kena pajak (PKP), pengenaan cukai atas kendaraan bermotor, cukai atas BBM, penurunan threshold UMKM, hingga pemberlakuan alternative minimum tax (AMT).
Bila seluruh rencana kebijakan pajak yang tercantum dalam MTRS 2017 diimplementasikan, Indonesia bisa memperoleh tambahan tax ratio sebesar 3,5% dari PDB. Adapun reformasi administrasi pajak akan memberikan tambahan tax ratio sebesar 1,5% dari PDB.
Secara khusus, IMF juga mendorong Indonesia untuk memperkuat kebijakan pajak langsung dan tidak langsung sekaligus meminimalisasi kebocoran penerimaan pajak akibat insentif.
"Meninjau kembali belanja pajak (saat ini diperkirakan mencapai 1,7% dari PDB) dan memastikan insentif pajak diberikan secara terbatas amatlah penting untuk mencegah base erosion serta meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka menengah," ungkap IMF.
Sesuai catatan Badan Kebijakan Fiskal (BKF), belanja pajak Indonesia cenderung didominasi oleh PPN. Secara sektoral, BKF mencatat industri manufaktur adalah sektor yang paling banyak mendapatkan manfaat dari beragam belanja pajak yang digelontorkan pemerintah. (sap)