KEPATUHAN PAJAK

Jualan Online-Reseller, Hitung Pajak Pakai Pembukuan atau Pencatatan?

Redaksi DDTCNews
Senin, 08 Juli 2024 | 14.00 WIB
Jualan Online-Reseller, Hitung Pajak Pakai Pembukuan atau Pencatatan?

Warga menonton siaran langsung pedagang yang menawarkan produk melalui media sosial Tiktok di Jakarta, Selasa (26/9/2023). Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan resmi meneken revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 sehingga media sosial yang ingin menjadi 'social commerce' harus memiliki izin usaha sendiri dan dilarang berjualan serta bertransaksi. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.

JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak yang sumber penghasilan utamanya berasal dari berjualan online atau sebagai reseller produk melalui marketplace atau online shop perlu menjalankan kewajiban pajaknya. Penghitungan pajaknya bisa menggunakan pencatatan atau pembukuan bergantung pada peredaran bruto atau omzet usaha selama 1 tahun. 

Jika omzetnya senilai Rp4,8 miliar atau lebih maka wajib pajak perlu menyelenggarakan pembukuan. Namun, jika omzet kurang dari Rp4,8 miliar maka wajib pajak bisa melakukan pencatatan, kecuali jika wajib pajak sengaja memilih melakukan pembukuan. 

"Pembukuan atau pencatatan tergantung pada omzet dalam setahun," tulis Kring Pajak menjawab pertanyaan netizen, Senin (8/7/2024). 

Setidaknya ada 3 opsi penghitungan pajak yang bisa dipilih oleh wajib pajak dengan omzet kurang dari Rp4,8 miliar setahun. Apa saja?

Pertama, menggunakan tarif pajak penghasilan (PPh) final UMKM sebesar 0,5%. Bagi wajib pajak orang pribadi dengan omzet kurang dari Rp500 juta, tidak dikenai pajak. 

Kedua, menggunakan pencatatan dengan normal perhitungan penghasilan neto (NPPN). Namun, wajib pajak harus lebih dulu mengajukan pemberitahuan penggunaan normal ke KPP terdaftar. 

Ketiga, menggunakan pembukuan dan dikenakan tarif umum PPh Pasal 17. Untuk wajib pajak badan, tarifnya 22%. Sementara itu, bagi wajib pajak orang pribadi dikenai tarif pajak progresif. Saat ini, terdapat 5 lapisan tarif PPh Pasal 17 UU PPh.

Lapisan tarif yang dimaksud ialah penghasilan hingga Rp60 juta dikenai tarif 5%, di atas Rp60 juta hingga Rp250 juta sebesar 15%, di atas Rp250 juta hingga Rp500 juta sebesar 25%, di atas Rp500 juta hingga Rp5 miliar sebesar 30%, dan di atas Rp5 miliar sebesar 35%.

Nah, bagi wajib pajak orang pribadi dan badan yang memiliki omzet di atas Rp4,8 miliar per tahun, diwajibkan untuk melakukan pembukuan dan dikenakan tarif pajak PPh Pasal 17 yang bersifat progresif. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.