Warga melihat kondisi Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) berbahan bakar bambu yang terbengkalai di Desa Madobag, Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Jumat (9/2/2024). ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/rwa.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyinyalir realisasi investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT) cenderung stagnan dalam beberapa tahun belakangan.
Berdasarkan dokumen Laporan Kinerja Kementerian ESDM 2023, stagnansi kinerja investasi di sektor EBT sudah terjadi sejak 2021. Pada tahun tersebut, realisasi investasi sektor EBT tercatat US$1,55 miliar. Sementara pada 2023 lalu, realisasinya US$1,48 miliar. Angkanya tersebut bahkan hanya 33,6% dari target yang dipatok pada tahun lalu, yakni US$4,39 miliar.
"Ada sejumlah faktor yang menyebabkan tidak tercapainya target investasi EBTKE," tulis Kementerian ESDM dalam laporannya, dikutip pada Rabu (27/3/2024).
Beberapa faktor itu, antara lain, pertama, terdapat keengganan beberapa badan usaha sektor EBT untuk menyampaikan data capaian realisasi dan rencana investasi yang telah dimintakan oleh dirjen EBTKE.
Kedua, biaya investasi relatif tinggi dan adanya kendala bagi investor untuk memperoleh pendanaan dari bank atau institusi keuangan lainnya.
Ketiga, mundurnya jadwal proses pengadaan pembangkit listrik tenaga EBT oleh PT PLN (persero). Keempat, adanya isu sosial yang terjadi di lapangan, khususnya di sektira pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
Kelima, adanya permasalahan teknis dan lahan yang masih dalam proses penyelesaian.
Keenam, rendahnya ketertarikan perbankan nasional untuk berinvestasi karena risiko yang tinggi dan aset yang dijaminkan oleh pengembang dinilai tidak sebanding dengan nilai pinjaman.
Jika ditarik lebih ke belakang, realisasi investasi sektor EBT bahkan ada tren menurun. Pada 2017 misalnya, angka realisasi investasi EBT sempat menyentuh US$1,96 miliar. Angka ini cukup jauh di atas realisasi investasi sektor EBT dalam 3 tahun belakangan. (sap)