Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Permohonan-permohonan dari wajib pajak yang berkaitan dengan penyusutan dan amortisasi bakal bisa diajukan oleh wajib pajak secara elektronik. Sistem dan mekanismenya tengah disiapkan oleh Ditjen Pajak (DJP).
Merujuk pada Pasal 19 PMK 72/2023, permohonan terkait penyusutan dan amortisasi bakal bisa dilakukan secara elektronik sepanjang sistemnya sudah tersedia. Bila sistem belum tersedia, permohonan disampaikan secara langsung atau melalui pos oleh wajib pajak berstatus pusat kepada kepala KPP tempat wajib pajak berstatus pusat terdaftar.
"Tata cara pengajuan permohonan [secara elektronik] sesuai dengan peraturan menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik," bunyi Pasal 19 ayat (4) PMK 72/2023, dikutip Rabu (26/7/2023).
Dalam PMK 72/2023, terdapat 4 jenis permohonan yang dapat disampaikan oleh wajib pajak. Pertama, wajib pajak dapat mengajukan permohonan untuk tidak menggunakan masa manfaat kelompok 3 atas harta berwujud bukan bangunan yang tidak tercantum dalam Lampiran PMK 72/2023.
Wajib bisa mengajukan permohonan kepada DJP untuk memperoleh penetapan masa manfaat dalam kelompok 1, 2, atau 4. Penetapan diberikan oleh dirjen pajak dengan mempertimbangkan kelompok masa manfaat yang terdekat dari masa manfaat yang sebenarnya.
Kedua, wajib pajak dapat mengajukan permohonan untuk memulai penyusutan pada bulan harta berwujud digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta berwujud mulai menghasilkan.
"Dirjen pajak menetapkan saat mulainya penyusutan yang diajukan oleh wajib pajak ... dengan mempertimbangkan bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan," bunyi Pasal 5 ayat (5) PMK 72/2023.
Ketiga, wajib pajak dapat mengajukan persetujuan penundaan pembebanan kerugian atas pengalihan atau penarikan harta yang mendapatkan penggantian asuransi untuk dibukukan sebagai beban masa kemudian. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan ini bila jumlah penggantian asuransi baru bisa diketahui secara pasti di kemudian hari.
"Dirjen pajak memberikan persetujuan atas permohonan yang diajukan oleh wajib pajak ... dengan mempertimbangkan tahun pajak diterimanya penggantian asuransi," bunyi Pasal 8 ayat (5) PMK 72/2023.
Keempat, wajib pajak yang bergerak pada bidang usaha tertentu dapat mengajukan permohonan untuk tidak menggunakan masa manfaat yang telah diatur dalam Pasal 15 ayat (1) PMK 72/2023.
Pada Pasal 15 ayat (1), harta berwujud pada bidang usaha kehutanan dan perkebunan tanaman keras dikelompokkan dalam kelompok 4 dengan masa manfaat 20 tahun, sedangkan bidang usaha peternakan dikelompokkan dalam kelompok 2 dengan masa manfaat 8 tahun.
Berdasarkan permohonan, wajib pajak bidang usaha tertentu dapat menggunakan kelompok masa manfaat selain yang ditetapkan dalam Pasal 15 ayat (1). Penetapan masa manfaat oleh dirjen pajak dilakukan dengan mempertimbangkan masa manfaat yang sebenarnya.
PMK 72/2023 berlaku sejak tanggal diundangkan, yakni 17 Juli 2023. Dengan berlakunya PMK 72/2023 maka PMK 248/2008, PMK 249/2008 s.t.d.d PMK 126/2012 dan PMK 96/2009 dinyatakan tidak berlaku. (sap)