BERITA PAJAK SEPEKAN

Perhatian! WP Grup dan Orang Kaya Jadi Prioritas Pengawasan DJP

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 01 Juli 2023 | 09.15 WIB
Perhatian! WP Grup dan Orang Kaya Jadi Prioritas Pengawasan DJP

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak grup dan wajib pajak dengan kekayaan tinggi (high wealth individual/HWI) menjadi prioritas pengawasan Ditjen Pajak (DJP) pada tahun ini. Selain 2 kelompok tersebut, wajib pajak yang bergerak di ekonomi digital juga ikut jadi prioritas. 

Topik tersebut mendapat sorotan cukup tinggi dari netizen sepanjang pekan ini. 

Dirjen Pajak Suryo Utomo menjelaskan, DJP tengah berusaha menguatkan pengawasan sehingga lebih terarah. Untuk menjalankan pengawasan ini, otoritas telah membentuk komite kepatuhan. Komite ini akan menentukan perlakuan yang tepat kepada wajib pajak. 

Suryo mengungkapkan otoritas juga masih mengoptimalkan sejumlah isu terkait dengan pengawasan wajib pajak grup dan HWI ini. Salah satunya, terkait dengan regulasi pemotongan dan pemungutan pajak sehingga pembayarannya lebih mudah.

Lantas seperti apa peran Komite Kepatuhan dalam menentikan wajib pajak yang masuk daftar prioritas pengawasan? Baca artikel lengkapnya, WP Grup dan HWI Jadi Prioritas Pengawasan DJP, Begini Pelaksanaannya.

Selain topik di atas, masih ada ulasan lain yang juga menyedot perhatian netizen pada pekan ini. Antara lain, update tentang PMK pajak natura, kinerja penerimaan pajak yang melambat, diakhirinya pandemi Covid-19, hingga relaksasi pelunasan pita cukai. 

Berikut ulasan berita pajak selengkapnya. 

1. Kapan Jadinya PMK Soal Pajak Natura Terbit? Ini Kata DJP

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengungkapkan PMK mengenai pajak atas natura dan kenikmatan masih dalam proses finalisasi.

Suryo mengatakan PMK mengenai pajak atas natura dan kenikmatan segera dipublikasi apabila telah ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan diundangkan. Menurutnya, DJP juga akan menyampaikan materi pengaturan pada PMK tersebut kepada wajib pajak.

"Prosesnya saat ini sedang dalam finalisasi, segera kalau sudah ditandatangani oleh Bu Menteri Keuangan kami undangkan," katanya.

2. Cegah Penghindaran Pajak, DJP Siapkan PMK Baru Soal GAAR

DJP sedang menyiapkan PMK yang mengatur ketentuan antipenghindaran pajak yang bersifat umum yang tidak dibatasi kepada subjek atau objek tertentu (General Anti-Avoidance Rule/GAAR).

Suryo Utomo mengatakan PMK GAAR disusun berdasarkan Pasal 32 ayat (4) Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022 yang memberikan kewenangan kepada DJP untuk menentukan kembali besarnya pajak yang seharusnya terutang berdasarkan prinsip substance over form.

"Memang betul kami setiap yurisdiksi memiliki prinsip untuk anti-avoidance rule di antaranya melalui implementasi BEPS dari waktu ke waktu untuk mencegah penghindaran pajak oleh wajib pajak," katanya.

3. DJP Waspadai Efek Turunnya Harga Komoditas Terhadap Setoran PPh Badan

DJP mewaspadai dampak penurunan harga komoditas global terhadap penerimaan pajak.

Suryo Utomo mengatakan tren harga komoditas yang termoderasi diperkirakan bakal berefek pada kemampuan korporasi menyetorkan pajak. Oleh karena itu, kondisi tersebut juga dikhawatirkan bakal menekan setoran pajak penghasilan (PPh) badan.

"Karena komoditas ini pasti pelaku usaha di sektor komoditas akan melakukan penyesuaian pembayaran angsuran PPh Pasal 25," katanya dalam konferensi pers APBN Kita.

4. Jokowi Resmi Akhiri Pandemi, Covid-19 Sudah Bukan Bencana Nasional

Status pandemi Covid-19 di Indonesia resmi diakhiri seiring dengan ditetapkannya Keputusan Presiden (Keppres) 17/2023 oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Beleid tersebut otomatis mencabut 3 keppres lama yang berhubungan dengan penanganan Covid-19.

Ketiga keppres yang dimaksud adalah Keppres 11/2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19, Keppres 12/2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional, dan Keppres 24/2021 tentang Penetapan Status Faktual Pandemi Covid-19.

"Menetapkan status pandemi Covid-19 telah berakhir dan mengubah status faktual Covid-19 menjadi penyakit endemi di Indonesia," bunyi Keppres 17/2023.

5. Relaksasi Pelunasan Pita Cukai 90 Hari Tak Berdampak ke Penerimaan

Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menegaskan pemberian relaksasi penundaan pembayaran cukai hingga 90 hari tidak berpengaruh terhadap realisasi penerimaan cukai.

Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan kebijakan itu akan membuat pengusaha memiliki waktu lebih panjang untuk melunasi pembayaran cukai. Namun, besaran cukai yang disetorkan tetap sesuai dengan pita yang dipesan.

"Penundaan pelunasan pita cukai hasil tembakau, yang saat ini diberlakukan 3 bulan, tidak mempunyai efek dari penerimaan kita," katanya. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.