Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) akan mengirimkan surat tagihan pajak (STP) untuk menagih sanksi administrasi atas keterlambatan pelaporan SPT Tahunan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan DJP akan mendata wajib pajak yang belum melaporkan SPT Tahunan hingga batas waktu yang ditentukan. DJP akan mengirimkan STP terhadap wajib pajak tersebut.
“Buat teman-teman wajib pajak yang belum memasukan SPT Tahunan, memang ada konsekuensinya. Untuk teman-teman yang belum menyampaikan [SPT Tahunan], akan ada STP-nya yang menagih sanksi administrasinya," kata Dwi belum lama ini, dikutip pada Senin (1/5/2023).
Dwi mengatakan sesuai dengan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), batas akhir penyampaian SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. SPT tahunan wajib pajak badan harus disampaikan paling lambat 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak.
Dalam Pasal 14 ayat (1) UU KUP disebutkan dirjen pajak dapat menerbitkan STP, salah satunya apabila wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
Sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) UU KUP, penyampaian SPT yang terlambat akan dikenai sanksi administrasi berupa denda. Untuk SPT tahunan PPh orang pribadi, denda dipatok senilai Rp100.000. Untuk SPT tahunan PPh badan dipatok Rp1 juta.
Selain sanksi administrasi berupa denda, sesuai Pasal 9 ayat (2b), atas pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga.
Bunga yang dimaksud sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh menteri keuangan. Sanksi bunga dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran. Sanksi dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
“Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh menteri keuangan … dihitung berdasarkan suku bunga acuan ditambah 5% dan dibagi 12 yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi,” bunyi penggalan Pasal 9 ayat (2c) UU KUP.
STP mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak. Dengan demikian, penagihannya dapat juga dilakukan dengan surat paksa. Penagihan dengan surat paksa dilakukan jika tidak ada pelunasan sejak jatuh tempo (1 bulan setelah penerbitan STP). (kaw)