PMK 119/2019

Ketentuan Reimbursement PPN Hulu Migas Direvisi, Apa yang Baru?

Redaksi DDTCNews
Rabu, 28 Agustus 2019 | 16.42 WIB
Ketentuan Reimbursement PPN Hulu Migas Direvisi, Apa yang Baru?

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah memperbarui ketentuan tata cara pembayaran kembali (reimbursement) PPN dan PPnBM atas perolehan BKP dan/atau JKP kepada kontraktor dalam kegiatan usaha hulu migas.

Pembaruan dilakukan dengan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.119/PMK.02/2019. Beleid yang diundangkan dan berlaku mulai 16 Agustus 2019 ini secara otomatis mencabut PMK No.218/PMK.02/2014 dan PMK No.158/PMK.02/2016.

Dalam beleid tersebut, pemerintah memaparkan ada dua pertimbangan utama pembaruan ketentuan. Pertama, mengacu pada pasal 90 huruf b Peraturan Pemerintah (PP) No. 23/2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh.

Dalam PP itu disebutkan saat terbentuknya Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA), semua hak, kewajiban, dan akibat yang timbul dari perjanjian Kontrak Kerja Sama Bagi Hasil Migas antara Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang berlokasi di Aceh dialihkan kepada BPMA.

Kedua, perlu dilakukannya penyesuaian batasan bagian negara yang dapat digunakan untuk penyelesaian reimbursement PPN atau PPnBM. Penyesuaian dilakukan sesuai dengan pengaturan dalam Kontrak Kerja Sama.

Terkait dengan pertimbangan kedua ini, pemerintah menambahkan satu ketentuan di pasal 3. Dalam pasal tersebut, pemerintah mengatur skema jika pengaturan mengenai hak kontraktor memperoleh reimbursement PPN dan PPnBM diatur berbeda oleh Kontrak Kerja Sama.

“[Jika diatur berbeda] maka pelaksanaan pembayaran kembali (reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM disesuaikan dengan Kontrak Kerja Sama,” demikian penggalan bunyi pasal 3 beleid tersebut, seperti dikutip pada Rabu (28/8/2019).

Dalam beleid itu disebutkan hak memperoleh reimbursement dapat diajukan oleh kontaktor setelah setoran bagian negara diterima di rekening kas negara. Bagian negara ini berupa setoran first tranche petroleum (FTP) dan equity to be split dari kontraktor, seperti yang diatur dalam Kontrak Kerja Sama. Ketentuan ini masih sama seperti beleid sebelumnya.

Seperti ketentuan terdahulu, jumlah pengajuan permintaan reimbursement tidak melampaui jumlah bagian negara yang telah disetorkan. Jika Kontrak Kerja Sama mengatur reimbursement menggunakan bagian negara tidak termasuk FTP, nilai reimbursement paling tinggi hanya sebesar equity.

Sekadar informasi, FTP adalah sejumlah tertentu minyak mentah dan/atau gas bumi yang diproduksi dari suatu wilayah kerja dalam satu tahun kalender, yang dapat diambil dan diterima oleh SKK Migas atau BPMA dan/atau kontraktor tiap tahun kalender. Hal itu dihitung sebelum dikurangi pengembalian biaya operasi dan penanganan produksi (own use).

Sementara, equity yang dimaksud adalah hasil produksi yang tersedia untuk dibagi antara SKK Migas atau BPMA dan kontraktor setelah dikurangi FTP, insentif investasi (jika ada), serta pengembalian biaya operasi.

Dengan berlakunya PMK No.119/PMK.02/2019, pemrosesan permintaan reimbursement dilaksanakan BPMA untuk pertama, kontrak kerja sama yang wilayah kerja migasnya berlokasi di wilayah kewenangan BPMA, yang ditandatangani oleh kontraktor dengan SKK Migas. Kedua, kontrak kerja sama yang ditandatangani oleh kontraktor dengan BPMA.

Selain itu, terhadap dokumen permintaan reimbursement kontraktor dalam kegiatan usaha hulu migas yang wilayah kerjanya di wilayah kewenangan BPMA, dan telah disampaikan oleh BPMA kepada Ditjen Anggaran sebelum berlakunya beleid ini, akan diproses berdasarkan PMK yang baru. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.