Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara.
JAKARTA, DDTCNews – Dalam dua tahun terakhir, pemerintah meluncurkan Laporan Belanja Perpajakan dalam RAPBN. Laporan ini disebut membuka perspektif baru dalam pembahasan APBN.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara mengatakan laporan tersebut merupakan hal yang relatif baru dalam pengelolaan anggaran di Indonesia. Laporan ini dapat menjadi sudut pandang baru dalam melihat postur anggaran yang dijalankan pemerintah.
“Kita coba angkat perspektif baru dalam membicarakan APBN. Itu sudah dimulai dengan Laporan Belanja Perpajakan yang estimasi nilainya Rp221 triliun di 2018,” katanya dalam seminar nasional bertajuk 'Mengawal Akuntabilitas Keuangan Negara' di Kompleks Parlemen, Rabu (21/8/2019).
Suahasil menjelaskan nilai estimasi belanja perpajakan yang senilai Rp221 triliun tersebut menjadi pintu masuk untuk mengukur kinerja insentif yang telah diberikan pemerintah. Jumlah potensi penerimaan yang tidak dipungut negara tersebut menurutnya menjadi nilai tambah bagi perekonomian.
Oleh karena itu, Suahasil mengharapkan diskusi dan kajian yang luas terkait Laporan Belanja Perpajakan yang telah dirilis dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2020. Dengan demikian, hal tersebut menjadi bahan berharga bagi pemrintah dalam menyusun kebijakan insentif di masa depan.
Adapun penjelasan mengenai konsep dan prinsip, serta komparasi tax expenditure bisa dibaca juga dalam Working Paper DDTC bertajuk ‘Tax Expenditure Atas Pajak Penghasilan: Rekomendasi Bagi Indonesia’ yang diterbitkan pada 2014.
“Sekarang sudah dua kali dihitung dan berharap angka ini menjadi perdebatan publik. Kita dorong banyak kajian baru setelah itu baru kita bicara tentang impact dari insentif yang telah diberikan,” imbuhnya.
Sebagai informasi, estimasi belanja perpajakan pada 2018 dalam nota keuangan tercatat senilai Rp221,1 triliun atau sekitar 1,5% terhadap produk domestik bruto (PDB). Nilai tersebut menunjukkan kenaikan sekitar 12,3% dari estimasi 2017 senilai Rp196,8 triliun atau sekitar 1,5% terhadap PDB.
Pada Laporan Belanja Perpajakan terbaru, pemerintah melakukan penyempurnaan penyusunan laporan dalam beberapa aspek. Penyempurnaan itu berupa perluasan cakupan jenis pajak, penambahan jumlah peraturan yang dapat diestimasi, serta perbaikan data maupun metodologi perhitungan. (kaw)