PMK 93/2019

Ditjen Pajak Paparkan Alasan Revisi CFC Rules, Simak di Sini

Redaksi DDTCNews
Selasa, 02 Juli 2019 | 13.57 WIB
Ditjen Pajak Paparkan Alasan Revisi CFC Rules, Simak di Sini

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John Hutagaol. 

JAKARTA, DDTCNews – Otoritas fiskal mengubah ketentuan perpajakan terkait perusahaan di luar negeri yang dikendalikan oleh wajib pajak dalam negeri atau Controlled Foreign Company (CFC) Rules. Perubahan ketentuan itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 93/2019.

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John Hutagaol mengatakan revisi atas CFC Rules didasarkan pada dua faktor.Pertama, masukan dunia usaha terkait penerapan PMK 107/2017 yang dinilai menghambat pelaku usaha dalam melakukan ekspansi ke luar negeri.

Kedua, pengamatan terhadap negara atau yurisdiksi lain dalam menerapkan CFC Rules. Empat negara menjadi rujukan utama DJP dalam menyusun revisi PMK 107/2017 yakni Australia, Argentina, Kanada, dan Amerika Serikat.

“Revisi PMK 107/2017 itu kombinasi masukan dan juga feedback dari dunia usaha. Kemudian, juga berdasarkan benchmarking dari beberapa yurisdiksi,” katanya kepada DDTCNews, Selasa (2/7/2019).

Negara yang menjadi rujukan otoritas pajak tersebut, menurut John, tidak serta merta menerapkan CFC Rules terhadap semua komponen penghasilan. Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk dapat memajaki penghasilan yang berada di luar yurisdiksi negara yang bersangkutan.     

John berharap dengan relaksasi aturan ini, pelaku usaha bisa melakukan ekspansi ke luar negeri. Dalam PMK 93/2019, penghitungan deemed dividend tidak lagi menyasar atas penghasilan aktif seperti diatur dalam PMK 107/2017. Penghitungan berdasarkan penghasilan tertentu yang diperoleh dari penghasilan pasif.

"PMK sebelumnya dapat menghambat para pelaku usaha nasional melakukan perluasan usahanya di luar negeri. Perubahaannya pada objek penghasilan dari CFC dari semula laba usaha setelah pajak kemudian diubah menjadi penghasilan tertentu atau penghasilan pasif saja,” papar John.

Adapun penghasilan pasif dalam PMK No.93/2019 mencakup dividen, bunga, sewa yang dalam pengertian sewa yang diperoleh oleh badan usaha luar negeri nonbursa terkendali terkait penggunaan tanah maupun sewa selain properti yang berasal dari transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, royalti, dan keuntungan atas penjualan. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.