Ilustrasi mobil mewah. (DDTCNews - www.lamborghini.com)
JAKARTA, DDTCNews – Selain menaikkan tarif pajak penghasilan pasal 22 impor untuk1.147 komoditas, Kementerian Keuangan menambahkan beban pajak untuk mobil mewah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dalam situasi perekonomian saat ini, impor barang konsumsi seperti mobil mewah tidak diperlukan. Tingginya harga barang justru berisiko menekan transaksi perdagangan yang pada gilirannya ke neraca transaksi berjalan.
“Dalam situasi ini, barang mewah sama sekali tidak penting bagi Republik ini,” ujarnya, seperti dikutip pada Kamis (6/9/2018).
Bea masuk yang awalnya berkisar antara 10% hingga 50%, dimaksimalkan menjadi 50%. Pajak pertambahan nilai (PPN) tetap 10%. Pajak penghasilan (PPh) yang awalnya antara 2,5%-7,5% dinaikkan menjadi 10%. Pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar 10%-125%.
Dengan perhitungan tersebut, beban perpajakan impor mobil mewah bisa mencapai 190%. Namun, hingga saat ini regulasi berupa peraturan menteri keuangan masih menunggu proses pengundangan atau penomoran.
“Dengan total kewajiban pajak hingga 190% ini diharapkan mengurangi appetite mobil-mobil mewah,” imbuhnya.
Seperti diketahui, pemerintah mengotak-atik instrumen perpajakan ini sebagai bagian dari upaya pengendalian impor. Maklum, pada semester I/2018, defisit transaksi berjalan sudah sekitar 2,6% dari produk domestik bruto (PDB) dengan torehan defisit pada neraca pembayaran.
Kondisi-kondisi inilah yang disebut-sebut membayangi pergerakan nilai tukar rupiah, selain dominasi faktor eksternal. Dalam perdagangan spot hari ini, berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka menguat ke level Rp14.875 per dolar AS, setelah kemarin ditutup di level Rp14.938 per dolar AS.
Kurs tengah Bank Indonesia (Jisdor) juga dipatok menguat di level Rp14.891 per dolar AS, setelah pada hari sebelumnya berada di posisi Rp14.927 per dolar AS. Kendati demikian, rekor terlemah sejak 20 tahun terakhir belum lepas. (kaw)