SUKU BUNGA BI

Jaga Rupiah, BI Buka Opsi Naikkan Suku Bunga

Redaksi DDTCNews
Jumat, 27 April 2018 | 09.48 WIB
Jaga Rupiah, BI Buka Opsi Naikkan Suku Bunga

JAKARTA, DDTCNews - Intervensi tengah disiapkan Bank Indonesia (BI) ditengah laju depresiasi rupiah dalam beberapa waktu terakhir yang bergerak di angka 13.900-an per dolar Amerika Serikat (AS). Bank sentral membuka opsi untuk menaikkan suku bunga acuan BI dalam waktu dekat.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan akan membuka ruang kenaikan suku bunga acuan bila sentimen ekonomi cenderung negatif. Salah satunya adalah kondisi nilai tukar rupiah ke depan, apakah nantinya akan mengganggu laju inflasi dan kestabilan sistem keuangan atau tidak. 

"BI tak menutup ruang kenaikan suku bunga BI 7DRRR, kebijakan ini dilakukan dengan berhati-hati dan mengacu perkembangan terkini dan perkiraan ke depan," katanya di Kantor BI, Kamis (26/4).

Seperti yang diketahui, BI menahan bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) cukup lama. Terhitung sejak September 2017 suku bunga acuan BI tidak berubah di angka 4,25%.

Meski membuka opsi kenaikan, BI belum memberikan kepastian kapan kenaikan suku bunga acuan akan dilakukan. Pasalnya, bank sentral perlu terus melakukan monitoring terhadap kondisi ekonomi global dan domestik secara lebih detail. 

Selain membuka ruang bagi kenaikan 7DRRR, Agus menyebutkan bahwa BI turut melakukan beberapa hal. Pertama, BI akan selalu ada di pasar untuk menjalankan fungsinya menjaga stabilitas sistem keuangan. 

"BI akan lakukan stabilisasi di pasar valuta asing dan surat berharga negara guna mengatasi depresiasi berlebihan. Ke depan, BI dengan tetap menjaga fundamental ekonomi dan menjaga rupiah," ungkapnya.

Kedua, BI akan memantau terus ketersediaan likuiditas di pasar uang, baik dari sisi pasokan dolar AS dan rupiah. Ketiga, BI akan menyiapkan garis pertahanan lain dengan negara mitra utama untuk bisa menyiapkan kerja sama antarbank sentral untuk jaga stabilitas mata uang antarnegara. 

Agus kembali menegaskan bahwa pelemahan rupiah saat ini merupakan dampak dari kondisi ekonomi global, terutama dari AS. Kebijakan fiskal dan moneter Negeri Paman Sam itu berdampak ke semua negara, tidak hanya Indonesia. 

"Penguatan dolar AS adalah dampak dari kelanjutan penguatan suku bunga obligasi AS (US Treasury) hingga mencapai 3,30 persen, itu tertinggi sejak 2013," tuturnya. 

Selain itu, depresiasi rupiah juga terkait dengan situasi musiman, seperti peningkatan permintaan valas untuk pembayaran utang luar negeri, pembiayaan, impor, dan pembayaran dividen. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.