INSENTIF PAJAK

Ekonom: Pemberian Insentif Pajak Harus Selektif

Redaksi DDTCNews
Rabu, 04 April 2018 | 11.32 WIB
Ekonom: Pemberian Insentif Pajak Harus Selektif

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah terus berupaya meningkatkan investasi agar menggerakan ekonomi lebih cepat. Insentif fiskal diluncurkan dan salah satunya adalah pembebasan pajak alias tax holiday.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati mengatakan pemerintah harus selektif dalam memberikan insentif ini kepada pelaku usaha. Pasalnya hilangnya potensi pajak akan membayangi jika industri penerima manfaat tidak memberikan nilai tambah bagi perekonomian.

"Harus ada tabulasi sehingga pemberian tax holiday tidak berujung pada hilangnya potensi penerimaan negara dari sektor pajak," katanya, Selasa (3/4).

Menurutnya, pemerintah harus punya kalkulasi diawal sebelum memberikan fasilitas insentif fiskal seperti tax holiday. Dengan begitu, pemberian fasilitas pembebasan pajak bisa tepat sasaran dan memberikan nilai tambah bagi ekonomi nasional.

"Harus ada kalkulasi yang matang bahwa pemberian insentif pajak memberikan multiplier effect yang lebih besar ketimbang potensi pendapatan pajak yang hilang karena pemberian insentif ini," terang Enny.

Selain itu, kepastian bagi pelaku usaha untuk menikmati fasilitas ini tidak kalah penting. Pasalnya, akan memengaruhi pada tingkat kepercayaan dunia usaha pada regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah.

"Ketika ada janji insentif harus konkret diberikan ketika sudah memenuhi syarat. Jadi operasionalnya harus jelas untuk memberikan kepastian," paparnya.

Seperti yang diketahui, insentif pajak berupa tax holiday dapat dinikmati oleh pelaku usaha dengan rentang waktu yang didasarkan pada modal baru yang ditanamkan. Terdapat lima kategori untuk insentif fiskal ini.

Kebijakan ini bisa dinikmati oleh 17 industri pionir yang telah ditentukan. Selain itu, setelah jangka waktu insentif berakhir, diberikan tambahan waktu dua tahun sebagai masa transisi dengan pengurangan PPh sebesar 50% untuk kemudian dikenakan tarif normal. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.