JAKARTA, DDTCNews – Sejak penulis Tere Liye melayangkan curhatan protes soal pajak di media sosialnya, pajak untuk profesi penulis belakangan ini menjadi persoalan. Protes ini dilakukan karena menganggap pajak bagi penulis terlalu besar sehingga ia pun memutus kontrak dengan penerbit bukunya.
Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan sebenarnya potensi pajak dari penulis tidak terlalu besar. Potensinya hanya sekitar Rp383 miliar per tahun.
"Sedikit, Rp383,53 miliar untuk semua pekerja seni. Setahun segitu saja (2016)," ungkapnya di Gedung Ditjen Pajak, Rabu (13/9) malam.
Sementara itu, tingkat kepatuhan juga belum banyak dari seluruh pekerja seni yang ada di Indonesia. Pada 2016 yang patuh untuk lapor Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajaknya hanya 919 wajib pajak. "Tingkat kepatuhannya 2016 yang tidak lapor SPT 5.315 wajib pajak," tukasnya.
Selain itu, Ken menilai masih banyak pemotong pajak yang tidak menyetorkan pajaknya. Padahal, sudah ada peraturan yang mengharuskan wajib pajak melihat bukti pemotongan pajak yang dibuat oleh pihah pemotong.
"Masih ada pemotong pajak yang tidak menunjukkan bukti potong kepada wajib pajak, bahkan tidak menyetorkannya kepada otoritas pajak,"
Ken juga menjelaskan otoritas pajak sudah memberikan keleluasaan kepada wajib pajak untuk memfoto bukti potong yang bisa ditunjukkan pada saat pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak, sehingga mempermudah wajib pajak melaporkan SPT.
Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi jika wajib pajak enggan menyimpan bukti potong yang dikhawatirkan hilang di kemudian hari. Selanjutnya, otoritas pajak akan melakukan validasi bukti potong yang ditunjukkan oleh wajib pajak.
“Kalau takut bukti potong hilang, kan wajib pajak bisa memfotonya. Nanti bisa ditunjukkan ke kami, lalu kami kan bisa mengecek ulang bukti pemotongan pajak atas penghasilan mereka itu,” paparnya.