JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah melobi Anggota DPR RI untuk segera menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) dalam mengikutsertakan Indonesia dalam Automatic Exchange of Information (AEoI) pada tahun depan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Perppu tersebut menjadi aturan primer dalam suatu negara yang komitmen mengikuti AEoI. Sementara, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang berperan sebagai aturan turunan dari Perppu.
"Kalau tidak ada ketentuan primer atau sekunder, maka negara kita akan masuk ke dalam negara yang gagal memenuhi komitmen untuk implementasikan AEoI," ujarnya di Gedung DPR RI Jakarta, Senin (17/7).
Menurutnya sudah banyak negara yang telah sepakat dalam meneken Multilateral Competent Authority Agreement (MCAA) dalam menjalankan AEoI. Bahkan juga sudah ada beberapa negara yang teken Bilateral Competent Authority Agreement (BCAA) dengan Indonesia pada beberapa waktu lalu.
Sri Mulyani menegaskan Indonesia akan dianggap sebagai negara yang gagal dalam mengimplementasikan komitmen jika DPR tidak segera menyetujui Perppu Nomor 1 tahun 2017 itu. Karena Perppu 1/2017 merupakan syarat yang diminta oleh OECD terhadap negara yang berkomitmen mengikuti AEoI.
Di samping itu, dia khawatir Indonesia akan dianggap sebagai negara yang mendukung pencucian uang dan pembiayaan terorisme jika tidak ikut serta dalam AEoI. "Indonesia juga akan dirugikan dari kompetisi kemudahan berusaha. Bahkan Indonesia tidak akan punya data keuangan WNI di luar negeri," katanya.
Selain itu, rendahnya penerimaan pajak pun menjadi upaya Sri dalam melobi DPR untuk menyetujui Perppu. Terlebih, realisasi penerimaan pajak tahun-tahun sebelumnya pun sangat sulit mencapai targetnya.
Karena itu, pemerintah berupaya meningkatkan penerimaan pajak ke depannya melalui keterbukaan akses perbankan tersebut. Mengingat, ia sempat memprediksikan besarnya potensi harta WNI di luar negeri sebanyak Rp1.000 triliun. (Amu)