JAKARTA, DDTCNews – Hingga saat ini beberapa kalangan masyarakat masih merasa khawatir mengenai pemberlakuan pertukaran data dan informasi perbankan untuk kepentingan perpajakan atau yang lebih dikenal dengan Automatic Exchange of Information (AEoI).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan masyarakat tidak perlu khawatir dengan penerapan pembukaan akses data perbankan tersebut. Menurutnya hal yang perlu dikhawatirkan yaitu jika rekening nasabah berasal dari hasil praktik korupsi.
“Jika urusan pajaknya sudah selesai kenapa harus takut dengan hal itu. Kecuali itu hasil korupsi dan sebagainya, itu urusan yang berbeda lagi. Ke depannya kami akan cari tahu melalui PPATK dan FATF,” ujarnya di Kantor Pusat Ditjen Pajak Jakarta, Rabu (21/6).
Pemberlakuan kebijakan tersebut tidak serta merta memajaki secara keseluruhan saldo nasabah. “Harta yang disampaikan itu tidak langsung kami pajaki. Karena kalau harta itu ialah bagian dari seluruh usaha dan pendapatan wajib pajak maka tidak akan dipajaki,” tuturnya.
Ia menegaskan jika uang tersebut secara keseluruhan berasal dari gaji atau penghasilan yang sudah dipajaki, maka saldo yang ada di dalam rekening perbankan sudah bebas dari pajak. Untuk itu ia meminta kepada seluruh lembaga keuangan terkait untuk memberikan sosialisasi kepada seluruh nasabahnya.
Sebelumnya, dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 1 tahun 2017 membatasi saldo rekening yang minimalnya senilai Rp1 miliar.
Terkait batasan saldo yang telah ditetapkan oleh pemerintah, Sri Mulyani mengatakan hal itu berperan sebagai patokan database yang sewaktu-waktu bisa diminta oleh otoritas pajak dari negara lain yang juga tergabung dalam AEoI. Pengumpulan data nasabah menjadi bagian dari implementasi program tersebut. (Amu)