BEIJING, DDTCNews – Angka penjualan rokok di China turun dalam setahun terakhir. Hal ini terjadi sejak pemerintah mengumumkan kenaikan pajak atas tembakau yang mengakibatkan melonjaknya harga tembakau di seluruh negeri.
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Dr Bernhard Schwartlander, salah satu perwakilan WHO di Cina. Ia menyatakan penurunan konsumsi rokok di China turun 3,3% antara April 2015-Maret 2016, jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya (April 2014-Maret 2015).
“Penurunan konsumsi rokok ini diperkirkan akibat pengumuman kenaikan pajak pada Mei 2015 lalu dan serangkaian kebijakan pengendalian tembakau lainnya,” ungkap Schwartlander.
Schwartlander menambahkan kebijakan menaikkan pajak rokok itu dilakukan sebagai upaya untuk menekan jumlah perokok. Sebagai negara dengan konsumen dan produsen rokok terbesar di dunia, kebijakan China itu dianggap sebagai perang terhadap kebiasaan merokok.
Harga tembakau naik 6,3% pada Febuari 2015, sedangkan harga untuk konsumen secara keseluruhan meningkat 2,3%. Setahun berselang sejak kebijakan itu dicanangkan, pendapatan sektor tembakau merosot tajam hingga 15,6% dibanding tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, tingkat produksi tembakau pun turun sebesar 0,7% pada Januari dan Februari 2016.
Penjualan rokok murah juga turun 5,5% pada periode tersebut. WHO menganggap penurunan itu sebagai sinyal bahwa pajak yang tinggi akan mendorong perokok miskin mengurangi konsumsi rokoknya.
“Pengurangan konsumsi rokok adalah berita bagus. Konsumen rokok yang rata-rata penduduk berpendapatan rendah, merekalah yang rentan terkena penyakit akibat merokok. Dengan kenaikan pajak ini China akan mampu menghemat miliaran dolar untuk biaya kesehatan nasional,” jelasnya.
Sebelumnya di 2015, seperti dilansir Ejin Sight, China telah menaikkan pajak rokok dari 5% menjadi 11%. Peningkatan itu menambah pemasukan negara sampai 11 miliar dolar di 2015. Akibat kenaikan pajak, harga jual rokok juga rata-rata naik 10%, sehingga merek rokok termurah pun harganya ikut naik sebanyak 5 kali lipat.
Akan tetapi, ada dilema baru. “Jika konsumsi rokok Negeri Tirai Bambu terus terkikis, pastinya akan berdampak pada industri tembakau. Diprediksi akan ada sekira 510 ribu buruh industri tembakau yang terancam kehilangan pekerjaannya,” ujarnya. (Amu)