Perdana Menteri Pakistan di Islamabad beberapa waktu lalu. Imran menuding banyak pelaku industri yang beroperasi di Pakistan melakukan praktik pengelakan pajak dalam beberapa dekade terakhir. (Foto: Asad Zaidi/Bloomberg/theprint.in)
ISLAMABAD, DDTCNews – Pakistan kembali jorjoran mengejar target penerimaan pajak. Jurus terbaru, Otoritas Pajak Pakistan (Federal Board of Revenue/FBR) meluncurkan track and trace system (TTS). Optimalisasi penerimaan ini diyakini akan meringankan beban pemerintah Pakistan dalam membayar utang.
Sistem tersebut akan membantu pemerintah untuk mengawasi alur produksi dan distribusi gula dari pabrik hingga ke konsumen. Langkah ini ditempuh demi menekan celah penghindaran pajak.
Gula menjadi industri kedua di Pakistan yang menerapkan sistem pengawasan TTS, setelah industri tembakau. Rencananya, FBR akan memperluas penggunaan TTS untuk sektor industri minuman, semen, pupuk, logam besi, dan minyak bumi.
"TTS akan memastikan pemantauan produksi dan penjualan pada sektor tembakau, pupuk, gula, dan semen secara online. Sistem ini akan meningkatkan transparansi dan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara," ujar PM Pakistan Imran Khan dikutip Dawn, dikutip Kamis (25/11/2021).
Melalui sistem ini, tidak ada kantong produksi gula yang dikeluarkan dari pabrik tanpa cap dan tanda identitas. FBR juga telah mengeluarkan aturan khusus untuk mengatur hal tersebut.
Khan berharap skema TTS bisa menjaga transparansi pemerintah dalam memungut pajak. Tak cuma itu, TTS juga diharapkan bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan.
Sebelumnya Khan menyampaikan kekhawatirannya terhadap ketidakpercayaan masyarakat pada sistem pajak di Pakistan. Ia menekankan bahwa FBR memiliki peran besar dalam mengembalikan kepercayaan masyarakat pada sistem pajak yang ada.
Khan juga menekankan pentingnya promosi dan penguatan budaya pajak di Pakistan. Keduanya dapat dilakukan dengan meyakinkan masyarakat bahwa pajak yang dibayar digunakan untuk mensejahterakan anak-anak mereka dan bukan untuk kepentingan para pemangku jabatan.
Khan menyampaikan target penerimaan pajak tahun ini oleh FBR sebesar Rs6 miliar (setara Rp489 miliar). Setengah dari penerimaan pajak tersebut akan digunakan untuk pembayaran dana pensiun, pembayaran utang negara, pembangunan infrastruktur, serta pengeluaran kesehatan dan pendidikan.
Dengan defisit anggaran tembus 7% terhadap PDB pada 2020, Pakistan memang menarik tambahan pinjaman luar negerinya. Hal ini dilakukan demi menambah kemampuan pemerintah dalam melunasi utang.
Penasihat Perdana Menteri Bagian Keuangan dan Pendapatan, Shaukat Tarin, menyampaikan sejauh ini sudah ada 76 perusahaan yang masuk dalam TTS. Tarin mengestimasi sekitar 15 juta penduduk telah teridentifikasi untuk masuk pada basis pajak. (sap)