PASAL 13 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PP 1/2012) mengatur mengenai restitusi PPN yang terjadi karena adanya kesalahan dalam pemungutan.
Pengembalian berdasarkan Pasal 13 PP 1/2012 tersebut dapat dilakukan apabila 3 (tiga) kondisi sebagai berikut terpenuhi:
Tata cara mengajukan permohonan dan restitusi PPN yang disebabkan oleh kesalahan pemungutan atau pembayaran PPN yang seharusnya tidak terutang ini, diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 187/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang (PMK 187/2015).
Mengacu pada aturan di atas, permohonan restitusi PPN atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dapat diajukan apabila terjadi:
Dalam Pasal 13 ayat (2) PMK 187/2015 disebutkan bahwa PPN yang seharusnya tidak dipungut, dapat dimintakan kembali oleh pihak yang dipungut, sepanjang pihak yang dipungut bukan PKP, dengan mengajukan permohonan.
Permohonan tersebut diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan harus ditandatangani oleh wajib pajak yang mengajukan serta dilampiri dengan dokumen tertentu. Dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan pihak pembayar, permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Kemudian, permohonan ini disampaikan secara langsung ke KPP tempat wajib pajak dipungut terdaftar dan kepada pemohon diberikan bukti penerimaan surat. Selain itu, penyampaian permohonan juga dilakukan melalui pos dengan bukti pengiriman surat atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat. Bukti penerimaan surat atau bukti pengiriman surat ini merupakan bukti penerimaan surat permohonan.
Setelah melakukan penelitian dan memperoleh tambahan dokumen pendukung sepanjang diperlukan, DJP dapat mengembalikan kelebihan pembayaran dimaksud dengan menerbitkan SKPLB apabila memenuhi ketentuan:
Selain kesalahan dalam pemungutan PPN yang seharusnya tidak terutang, restitusi PPN juga dapat dilakukan apabila terjadi kesalahan yang mengakibatkan kelebihan pembayaran pajak yang terkait dengan pajak dalam rangka impor, yang salah satunya meliputi PPN yang telah dibayar dan tercantum dalam:
yang menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak.
Restitusi PPN impor dapat diajukan oleh wajib pajak yang bersangkutan dengan mengajukan permohonan. Permohonan tersebut diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan harus ditandatangani oleh wajib pajak yang mengajukan serta dilampiri dengan dokumen tertentu berupa:
Dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan wajib pajak, permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sama halnya dengan restitusi PPN atas adanya kelebihan pembayaran PPN karena terjadi kesalahan dalam pemungutan, permohonan restitusi PPN yang berhubungan dengan impor ini disampaikan ke KPP tempat wajib pajak terdaftar dan kepadanya diberikan bukti penerimaan surat. Atau bisa pula melalui pos dengan bukti pengiriman surat atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
DJP dapat melakukan pengembalian kelebihan pembayaran PPN dan menerbitkan SKPLB apabila memenuhi ketentuan:
Kamus Pajak ini disadur dari salah satu bab di Buku Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai yang ditulis oleh Darussalam, Danny Septriadi, dan Khisi Armaya Dhora yang dapat diunduh secara gratis di sini.