SISTEM perpajakan di Indonesia sampai sekarang belum bisa dikatakan stabil. Meskipun pemungutan pajak merupakan sumber terbesar untuk pendapatan kas negara, dalam proses pemungutannya tidak jarang sekali mengalami kendala dan masalah.
Problematika klasik seperti minimnya pengetahuan masyarakat terhadap pemungutan pajak, masalah kesadaran masyarakat untuk menjadi wajib pajak yang bijak dengan membayar pajak kepada negara, serta masalah penunggakan pembayaran pajak di negara kita ini banyak terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Manfaat yang kurang dirasakan oleh masyarakat dari pajak yang dibayarkan menjadi salah satu penyebab problematika klasik tadi. Persoalan kesadaran dalam membayar pajak ini harus mulai diurai mulai dari tingkat desa. Hal ini tercermin dari kasus di Desa Kauman. Sebuah desa yang berada di Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Dalam penyelenggaraan pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) seharusnya ada dukungan dari masyarakat. Tetapi yang ada masyarakat begitu menyepelekan hal itu sehingga yang terjadi adalah melesetnya realisasi target penerimaan yang di setor kepada pihak daerah.
Hal ini tercermin dari angka target dan realisasi PBB, dari tahun 2010 sampai tahun 2013 perangkat desa mengharapkan target bisa mencapai minimal 50% dari 100 %. Tetapi hasil yang telah di peroleh tidak sesuai harapan dan prosentase tertinggi hanya 48 % di tahun 2013.
Oleh karena itu, peningkatan kesadaran, kepatuhan, dan kedisiplinan perpajakan diberikan melalui pendidikan formal, pendidikan non-formal dan pendidikan informal. Pendidikan formal merupakan pendidikan di sekolah diperoleh secara teratur, sistematis, dan bertingkat.
Sementara itu, pendidikan non-formal yang dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang seperti pusat kegiatan belajar masyarakat, penyuluhan disekitar desa, kelompok bermain, lembaga kursus dan lain sebagainya.
Adapun pendidikan informal merupakan pendidikan yang dimulai dari lingkungan keluarga, terutama orangtua sebagai contoh pertama untuk anak-anaknya sebagaimana cara orangtua mengajarkan nilai–nilai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang baik untuk keluarga maupun masyarakat sekitarnya.
Sementara itu, untuk pendidikan tinggi meliputi materi Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) yaitu Pendidikan Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, dan Bahasa Indonesia.
Melalui bahan ajar itu dimasukkan kompetensi dalam memahami pajak dalam kehidupan sehari-hari, mendeskripsikan pajak dalam pembangunan, menghayati nilai pajak dalam konteks sejarah Indonesia dan sebagai perwujudan sila-sila pancasila, serta memahami pengelolaan pajak oleh negara.
Pada akhirnya, inovasi yang ditawarkan penulis adalah memberikan pendekatan edukasi dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kepatuhan, dan pengetahuan masyarakat mulai dari tingkat desa seperti penyuluhan di berbagai lingkungan masyarakat.
Contoh konkret dapat dilakukan dalam acara peringatan kemerdekaan 17 Agustus, dan lain sebagainya. Kepada generasi penerus bangsa dapat diterapkan dengan mengadakan sosialisasi di lingkungan sekolah selain itu, dapat dikaitkan dengan mengadakan lomba-lomba yang bertemakan pajak seperti lomba Mading, Cerdas Cermat, dan lain sebagainya.
Langkah-langkah itu diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan pajak bagi masyarakat di desa dan generasi penerus bangsa terkait sistem perpajakan di Indonesia.