Ilustrasi. Gedung Kementerian Keuangan.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah akan menyiapkan 3 SPT baru dalam rangka mendukung pelaksanaan ketentuan pajak minimum global sesuai dengan ketentuan Global Anti Base Erosion (GloBE).
Merujuk pada Pasal 65 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 136/2024, 3 format SPT dimaksud adalah SPT Tahunan PPh GloBE, SPT Tahunan PPh domestic minimum top-up tax (DMTT), dan SPT Tahunan PPh undertaxed payment rule (UTPR).
"SPT Tahunan PPh GloBE adalah surat yang digunakan oleh entitas induk yang merupakan subjek pajak dalam negeri (SPDN) untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai GloBE," bunyi Pasal 1 angka 47 PMK 136/2024, dikutip pada Jumat (17/1/2025).
SPT Tahunan PPh DMTT adalah surat yang digunakan oleh entitas konstituen SPDN untuk melaporkan kewajiban pajak tambahan berdasarkan DMTT.
Sementara itu, SPT Tahunan PPh UTPR adalah surat yang digunakan oleh entitas konstituen SPDN untuk melaporkan kewajiban pajak tambahan berdasarkan UTPR.
Merujuk pada Pasal 65 ayat (2) PMK 136/2024, setiap entitas induk utama dari grup perusahaan multinasional yang tercakup pajak minimum global yang merupakan SPDN wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh GloBE kepada DJP.
SPDN dan bentuk usaha tetap (BUT) yang merupakan entitas konstituen dari grup perusahaan multinasional yang tercakup dalam ketentuan pajak minimum global wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh DMTT ke KPP tempat wajib pajak terdaftar.
Dalam hal terdapat alokasi pajak tambahan berdasarkan UTPR kepada Indonesia, SPDN dan BUT yang merupakan entitas konstituen juga harus menyampaikan SPT Tahunan PPh UTPR ke KPP tempat wajib pajak terdaftar.
"Dirjen pajak dapat menetapkan ketentuan mengenai bentuk formulir, tata cara pengisian, pembayaran, pelaporan, GIR, SPT Tahunan PPh GloBE, SPT Tahunan PPh DMTT, SPT Tahunan PPh UTPR, dan notifikasi," bunyi Pasal 65 ayat (15) PMK 136/2024.
Sebagai informasi, Indonesia resmi mengadopsi ketentuan pajak minimum global pada tahun ini. Dengan pajak minimum global, Indonesia berhak mengenakan pajak minimum dengan tarif efektif 15% atas laba yang diperoleh entitas konstituen yang merupakan bagian dari grup perusahaan multinasional tercakup.
Entitas konstituen dari grup perusahaan multinasional tercakup dalam ketentuan pajak minimum global bila grup memiliki omzet tahunan minimal €750 juta per tahun setidaknya dalam 2 dari 4 tahun pajak sebelum tahun pajak pengenaan pajak minimum global.
Dengan rezim ini, yurisdiksi sumber berhak mengenakan pajak tambahan (top-up tax) dalam hal laba entitas konstituen perusahaan multinasional dalam yurisdiksinya ternyata dipajaki di bawah tarif efektif 15%. Pajak tambahan oleh yurisdiksi sumber dikenakan berdasarkan DMTT.
Apabila yurisdiksi sumber tak memberlakukan DMTT, yurisdiksi entitas induk utama berhak mengenakan pajak tambahan atas laba yang kurang dipajaki oleh yurisdiksi sumber. Pajak tambahan oleh yurisdiksi entitas induk utama dikenakan berdasarkan income inclusion rule (IIR).
Jika yurisdiksi entitas induk utama tidak menerapkan IIR dan yurisdiksi sumber tidak menerapkan DMTT, yurisdiksi lain dapat mengenakan pajak tambahan melalui pembatalan pembebanan biaya (denial of deduction) atau penyesuaian yang setara melalui mekanisme UTPR.
Dengan PMK 136/2024, Indonesia menerapkan DMTT dan IIR mulai 2025, sedangkan UTPR baru diterapkan pada 2026. (rig)