DIGITALISASI EKONOMI

Ada Konsensus, Negara Masih Boleh Kenakan PPN Produk Digital

Muhamad Wildan | Selasa, 24 Agustus 2021 | 13:30 WIB
Ada Konsensus, Negara Masih Boleh Kenakan PPN Produk Digital

Pembeli membayar dengan metode scan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di warung KE Angkringan, Ampera, Jakarta, Jumat (30/7/2021). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.

PARIS, DDTCNews - Setiap yurisdiksi masih memiliki kewenangan untuk mengenakan PPN hingga cukai atas produk dan pembayaran digital ketika Pilar 1: Unified Approach diimplementasikan.

Director of Centre for Tax Policy and Administration Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Pascal Saint-Amans mengatakan PPN atau cukai dapat dikenakan atas transaksi digital sepanjang yurisdiksi menetapkan cakupan yang luas atas pajak tersebut.

"Bila Anda ingin mengenakan cukai atas bentuk-bentuk transaksi tertentu, hal tersebut dapat dilakukan sepanjang cakupan produk kena pajaknya luas dan memiliki tarif yang sangat rendah," ujar Pascal, dikutip Selasa (24/8/2021).

Baca Juga:
Sederhanakan Sistem Pajak, Pemungut PPN Digital di Mesir Makin Banyak

Menurut Pascal, seperti dikutip dari Tax Notes International, pengenaan PPN hingga cukai atas produk dan transaksi digital tertentu tidak bertentangan dengan proposal Pilar 1 yang melarang adanya pengenaan pajak digital secara multilateral.

Pascal pun percaya setiap yurisdiksi yang tergabung dalam Inclusive Framework memiliki itikad baik untuk mematuhi kesepakatan yang ada. Pascal mengatakan setiap yurisdiksi Inclusive Framework juga memandang pengenaan pajak digital secara unilateral berpotensi menciptakan tensi dalam perdagangan internasional.

Untuk diketahui, salah satu klausul dalam proposal Pilar 1 adalah ketentuan yang mewajibkan yurisdiksi partisipan untuk menarik pajak digital yang terlanjur diterapkan secara unilateral ketika negosiasi atas proposal Pilar 1 masih berjalan.

Baca Juga:
Memajaki Ekosistem Digital di Dalam Negeri, Begini Tantangannya

Melalui proposal Pilar 1, negara-negara anggota Inclusive Framework sepakat untuk merealokasikan sebagian hak pemajakan atas laba yang diperoleh korporasi multinasional kepada yurisdiksi pasar tempat korporasi memperoleh penghasilan.

Rencananya, yurisdiksi pasar bakal mendapatkan hak pemajakan atas 20% hingga 30% dari residual profit korporasi multinasional. Residual profit sendiri adalah setiap laba korporasi multinasional yang berada di atas laba global sebesar 10%. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Sabtu, 20 April 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN BEA CUKAI

Apa Beda Segel dan Tanda Pengaman Bea Cukai? Simak Penjelasannya

Sabtu, 20 April 2024 | 12:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Minta Perpanjangan Lapor SPT Tahunan? Ingat Ini Agar Tak Kena Sanksi

Sabtu, 20 April 2024 | 11:30 WIB KABUPATEN BULUNGAN

Sukseskan Program Sertifikat Tanah, Pemkab Beri Diskon BPHTB 50 Persen

Sabtu, 20 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Faktor-Faktor yang Menentukan Postur APBN Indonesia

Sabtu, 20 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jasa Konstruksi Bangunan bagi Korban Bencana Bebas PPN, Ini Aturannya

Sabtu, 20 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jaga Kesinambungan Fiskal 2025, Pemerintah Waspadai Tiga Hal Ini

Sabtu, 20 April 2024 | 09:00 WIB KABUPATEN SUKABUMI

Ada Hadiah Umrah untuk WP Patuh, Jenis Pajaknya akan Diperluas

Sabtu, 20 April 2024 | 08:47 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

SPT yang Berstatus Rugi Bisa Berujung Pemeriksaan oleh Kantor Pajak

Sabtu, 20 April 2024 | 08:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dorong Pertumbuhan Ekonomi 2025, Insentif Ini Disiapkan untuk Investor