JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Jumat (9/6) sejumlah media nasional ramai memberitakan tentang Indonesia yang telah menandatangani Multilateral Instrument on Tax Treaty (MLI) di kantor pusat OECD, Paris.
MLI adalah modifikasi pengaturan tax treaty secara serentak, tanpa melalui proses negosiasi bilateral untuk meminimalisir potensi pajak berganda atau penghindaran pajak. Hingga saat ini, sudah ada 68 negara yang telah turut serta menandatangani kesepakatan tersebut dan akan segera disusul oleh 30 negara lainnya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan dengan adanya MLI ini, maka Indonesia dapat mengamankan penerimaan pajak dengan mencegah penghindaran pajak melalui praktik treaty shopping yang banyak dilakukan oleh perusahaan multinasional.
Berita lainnya mengenai usulan baru atas batasan saldo minimal wajib lapor data nasabah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang meminta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk segera mengusulkan cukai baru. Berikut ulasan ringkas beritanya:
Kendati Kementerian Keuangan sudah menaikkan batas minimum saldo rekening nasabah bank yang wajib lapor ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dari Rp200 juta menjadi Rp1 miliar, namun batas baru tersebut masih saja menuai banyak protes. Batasan tersebut dinilai masih tidak sesuai dengan kesepakatan AEoI yakni sebesar US$250.000 atau setara Rp3,3 miliar. Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan akan lebih logis jika pemerintah mengacu pada nominal penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) senilai Rp2 miliar.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mengharapkan rencanan pengenaan sejumlah cukai baru seperti yang akan dilakukan terhadap plastik dapat menjadi salah satu terobosan untuk mengoptimalkan penerimaan negara. DPR memberikan waktu selama 2 bulan kepada DJBC untuk menentukan objek cukai baru. DPR melihat porsi terbesar penerimaan cukai yang didominasi cukai tembakau masih sangat sempit, sehingga perlu terobosan cukai baru.
Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Mei 2017 mencatatkan kenaikan dari US$123,25 miliar menjadi US$124,25 miliar. Peningkatan penerimaan dari sektor pajak, devisa ekspor dan hasil lelang SBBI valas menjadi penopang utama kenaikan tersebut. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.Â
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat masih banyak perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Berdasarkan data Ditjen Pajak Maret 2014, ada 7.754 perusahaan pemegang IUP, 3.202 atau sekitar 24% di antaranya belum teridentifikasi NPWP-nya. Sedangkan dari rekapitulasi data 2014 Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, terdapat 10.918 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di seluruh Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan terus menguat pada tahun ini. Konsumsi swasta, menjadi penopang utama positifnya produk domestik bruto (PDB) Tanah Air. Proyeksi tersebut diungkapkan oleh Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dalam outlook terbarunya bulan Juni 2017. Laporan itu menyebutkan pertumbuhan ekonomi tahun ini akan mencapai 5,1% dan kembali naik menjadi 5,2% pada 2018. (Amu)