LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2020

3 Alasan Kenapa Insentif Pajak UMKM Kurang Laku

Redaksi DDTCNews | Sabtu, 07 November 2020 | 14:01 WIB
3 Alasan Kenapa Insentif Pajak UMKM Kurang Laku

Roma Hotmaria Bakkara, Kota Bekasi, Jawa Barat

SEJAK pandemi Covid-19 sampai ke Indonesia, sektor usaha yang paling merasakan dampak pandemi Covid-19 ini adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), banyak UMKM yang omzetnya turun drastis.

Sejak Maret 2020, pemerintah telah memberikan insentif pajak penghasilan (PPh) final ditanggung pemerintah (DTP) kepada wajib pajak UMKM sebesar 0,5% dari omzet. Dengan demikian, mulai masa pajak April sampai Desember 2020, UMKM tidak perlu membayar PPh final 0,5% dari omzet.

Kementerian Koperasi dan UMKM mencatat jumlah UMKM 64,1 juta atau 99,99% dari total unit usaha di Indonesia pada 2018. UMKM Indonesia menyumbangkan Rp8.573,9 triliun ke PDB Indonesia yang mencapai Rp14.838,3 triliun, atau dengan kontribusi UMKM 57,8% terhadap PDB.

Di sisi lain, UMKM juga menyerap 89,2% dari total tenaga kerja. Besarnya potensi UMKM ini membuat pemerintah menyadari pentingnya menyelamatkan kelangsungan UMKM. Jika pelaku bisnis UMKM gulung tikar, maka akan membawa dampak buruk pada perekonomian nasional.

Namun, menurut data Ditjen Pajak (DJP) per 10 Juli 2020, total UMKM yang memanfaatkan fasilitas PPh final UMKM DTP baru 201.880 atau 10% dari 2,3 juta wajib pajak UMKM terdaftar. Rendahnya minat UMKM memanfaatkan insentif pajak ini tentu patut dipertanyakan.

Survei Badan Pusat Statistik menunjukkan hanya sebagian kecil pelaku UMKM yang mengharapkan insentif di tengah pandemi Covid-19. Mereka lebih memilih bantuan modal. Kesulitan cashflow karena kurangnya permintaan membuat UMKM fokus memikirkan cara menyelamatkan cashflow.

Faktor Penyebab
RENDAHNYA minat pelaku usaha UMKM memanfaatkan insentif pajak dapat disebabkan beberapa hal. Pertama, kurangnya daya tarik insentif itu sendiri. Selama pandemi Covid-19, banyak UMKM yang hampir tutup. Karena kurangnya pembeli, UMKM kesulitan cashflow.

Memanfaatkan insentif pajak tidak secara langsung dapat memberi UMKM uang cash. Agar tawaran insentif menarik, DJP bisa menggandeng wajib pajak besar atau wajib pajak yang memiliki aktivitas ekspor untuk menyerap produk UMKM agar dapat menghasilkan produk yang bernilai ekspor.

Saat ini, banyak UMKM beralih ke perdagangan e-commerce agar bertahan hidup. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UMKM, 8 juta atau setara 13% dari total keseluruhan UMKM sudah beralih ke online. Sementara itu, sebanyak 87% berjuang menggunakan cara konvensional.

DJP sudah melakukan pembinaan UMKM melalui program Business Development Services. DJP juga menjalin kerja sama dengan menggandeng 27 instansi untuk membina UMKM terkait dengan materi perpajakan, pembukuan, dan pencatatan.

Pada masa pandemi ini, kerja sama tersebut bisa untuk membimbing UMKM beralih ke bisnis online dengan memberikan pelatihan serta kemudahan dan percepatan dalam mengurus izin usaha online, sehingga pelaku UMKM dapat segera memperdagangkan produknya secara online.

Kedua, keengganan pelaku usaha UMKM berurusan dengan pajak. DJP perlu meningkatkan sosialisasi agar persepsi pelaku UMKM tentang pajak berubah dengan memberikan pemahaman lebih intensif bahwa pemerintah dapat menyediakan infrastruktur yang meningkatkan daya saing UMKM.

Ketiga, kekhawatiran adanya kewajiban tambahan bagi UMKM. Masyarakat sudah terbiasa dengan semboyan ‘tidak ada makan siang gratis’. Karena itu, DJP perlu memberikan informasi jelas dan menunjukkan pemberian insentif itu untuk meringankan UMKM tanpa ada beban tambahan.

Untuk itu, DJP bisa menjalin kerja sama dengan pelaku e-commerce dan meminta agar iklan insentif pajak ditampilkan di laman teratas setiap e-commerce di Indonesia. Iklan berisi informasi pajak lewat Google Ads, Facebook Ads dan Instagram Ads sudah harus dipertimbangkan.

Saat ini, mengundang wajib pajak untuk sosialisasi sudah tidak memungkinkan. Dengan demikian, beriklan dengan gencar seperti pedagang online yang update status setiap harinya dapat membuat informasi tentang pajak hadir di laman media sosial para pelaku usaha UMKM.

Jika hubungan baik antara DJP dan UMKM terjadi, fungsi pajak yang regulerend akan mendukung fungsi pajak yang lain yang budgatair. Apabila UMKM terus berkembang dan bertambah banyak pada akhirnya suatu saat UMKM akan menjadi salah satu andalan penerimaan negara.

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

BERITA PILIHAN