BERITA PAJAK HARI INI

Wah, Sri Mulyani Sinergikan 3 Unit Eselon I Buat Genjot Penerimaan

Redaksi DDTCNews | Kamis, 28 Maret 2019 | 08:28 WIB
Wah, Sri Mulyani Sinergikan 3 Unit Eselon I Buat Genjot Penerimaan

(foto: Twitter Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews – Tiga unit eselon I Kementerian Keuangan bersinergi untuk mengoptimalkan penerimaan negara. Sinergitas tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Kamis (28/3/2019).

Hal ini dilakukan dengan menjalankan program secondment sinergi reformasi Ditjen Pajak (DJP), Ditjen Bea dan Cukai (DJBC), dan Ditjen Anggaran (DJA) untuk tahun anggaran 2019. Penandatanganan kesepakatan kerja sama ini dilakukan di Auditorium Kantor Pusat DJP, Rabu (28/3/2019).

“Ide secondment yang dimulai sejak 2017 berangkat dari upaya untuk memperkuat dan meningkatkan kemampuan dalam mengumpulkan keuangan negara, mengingat banyaknya kebutuhan negara yang perlu dipenuhi,” kata Sri Mulyani, seperti dikutip dari cuitan akun Kemenkeu di Twitter.

Baca Juga:
Impor Barang Bawaan Tak Dibatasi, Bea Masuk Tetap Sesuai PMK 203/2017

Dengan adanya program tersebut, integrasi sistem data, audit, analisis, dan pemeriksaan antara DJP, DJBC, dan DJA dapat diperkuat untuk mengoptimalkan penerimaan negeri. Ketiga unit dapat melakukan pertukaran data yang lebih rapi dan konsisten.

Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti penyampaian Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2018 (unaudited) kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam penyampaian tersebut, BPK menyoroti langkah pemerintah yang menambah anggaran subsidi energi tanpa melalui perubahan APBN 2018.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
Tingkatkan Kepatuhan Wajib Pajak, DJP Teken Kerja Sama dengan TNI
  • Meringankan Beban Dunia Usaha

Ketiga direktorat masih menjalankan sistem yang terpisah, tetapi sudah melakukan pertukaran data. DJP mengembangkan core tax administration system, DJBC mengembangkan customs-excise information system and automation (CEISA), dan DJA menjalankan sistem tersendiri untuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Sri Mulyani ingin ketiga direktorat dapat saling belajar dengan berbagai inovasi kebijakan. Sinergitas diyakini mampu memperbaiki kualitas pelayanan kepada wajib pajak yang pada gilirannya diharapkan mampu meringankan beban dunia usaha.

“Meringankan beban dunia usaha karena tidak menghadapi tiga institusi berlapis yang kadang kebijakan satu sama lain tidak konsisten,” tuturnya.

Baca Juga:
Kapan Sisa Lebih Badan atau Lembaga Nirlaba Pendidikan Jadi Objek PPh?
  • Optimalisasi PNBP

Untuk pertama kalinya DJA bergabung dalam program secondment. Langkah ini dilakukan untuk mengoptimalisasikan PNBP. Pasalnya, sinergitas yang terjalin antara DJP dan DJBC dalam dua tahun terakhir sudah menunjukkan dampak positif pada penerimaan negara.

“Kami melihat ada potensi penerimaan yang cukup besar dari sektor pertambangan, perikanan, maupun perkebunan. Itu semua merupakan sejumlah sektor yang menjadi sumber PNBP, tetapi datanya selama ini belum terintegrasi dengan pajak maupun cukainya,” jelas Sri Mulyani.

  • Tantangan Perolehan Opini WTP

Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan upaya untuk mempertahankan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) yang sudah didapat untuk tahun anggaran 2016 dan 2017 cukup berat. Apalagi, ada beberapa kebijakan pemerintah yang dinilai akan menjadi tantangan pencapaian opini WTP kembali. Salah satu kebijakan itu adalah penambahan subsidi energi tanpa perubahan APBN.

Baca Juga:
DJP Jakbar: Penerimaan Pajak Konstruksi dan Real Estat Tumbuh 25,5%

Selain itu, ada empat aspek lain yang dinilai menjadi tantangan upaya meraih opini WTP. Pertama, penilaian kembali barang milik negara (BMN). Kedua, penetapan harga jual batu bara untuk penyediaan tenaga listrik kepentingan umum. Ketiga, penambahan subsidi listrik golongan 900VA. Keempat, penetapan harga jual bahan bakar minyak (BBM) dan listrik di bawah harga keekonomian.

  • CAD Masih Tutup Peluang Pelonggaran Moneter

Kendati sudah ada sinyal dari The Fed yang tidak akan menambah dosis moneternya, Bank Indonesia (BI) masih belum memberikan sinyal penurunan suku bunga acuan. Sikap BI ini dilatarbelakangi oleh kondisi defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang masih cukup besar.

“Periode 2016-2017 saat AS menaikkan suku bunga, Indonesia bisa menurunkan suku bunga. Kenapa? Karena pada periode itu defisit transaksi berjalan terkendali,” tegas Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 01 Mei 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Impor Barang Bawaan Tak Dibatasi, Bea Masuk Tetap Sesuai PMK 203/2017

Selasa, 30 April 2024 | 17:44 WIB KERJA SAMA PERPAJAKAN

Tingkatkan Kepatuhan Wajib Pajak, DJP Teken Kerja Sama dengan TNI

Selasa, 30 April 2024 | 17:00 WIB PAJAK PENGHASILAN

Kapan Sisa Lebih Badan atau Lembaga Nirlaba Pendidikan Jadi Objek PPh?

Selasa, 30 April 2024 | 15:55 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

DJP Jakbar: Penerimaan Pajak Konstruksi dan Real Estat Tumbuh 25,5%

BERITA PILIHAN
Rabu, 01 Mei 2024 | 15:45 WIB DDTC - SMA 8 YOGYAKARTA

Peringati Hardiknas, SMAN 8 Yogyakarta Gelar Webinar Gratis!

Rabu, 01 Mei 2024 | 13:00 WIB KELAS PPH PASAL 21 (4)

Memahami Pengurang Penghasilan dalam PPh Pasal 21

Rabu, 01 Mei 2024 | 12:00 WIB KOTA BANJARBARU

Pemkot Patok Tarif 40% Pajak Jasa Hiburan Karaoke dan Spa

Rabu, 01 Mei 2024 | 11:30 WIB PAJAK PENGHASILAN

Begini Cara Hitung Angsuran PPh Pasal 25 BUMN dan BUMD

Rabu, 01 Mei 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Kriteria-Perbedaan Barang Kiriman Hasil Perdagangan dan Nonperdagangan

Rabu, 01 Mei 2024 | 09:33 WIB KURS PAJAK 01 MEI 2024 - 07 MEI 2024

Berjalan Sebulan Lebih, Kurs Pajak Berlanjut Melemah terhadap Dolar AS