OPINI PAJAK

Urgensi Mitigasi Kepatuhan Pajak Digital

Selasa, 08 September 2020 | 09:30 WIB
Urgensi Mitigasi Kepatuhan Pajak Digital

Bambang Subianto, pegawai Kementerian Kelautan dan Perikanan

PAJAK pertambahan nilai (PPN) perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) atas produk digital perusahaan luar negeri yang dibeli konsumen Indonesia sudah diterapkan sejak 2 bulan lalu. Hingga kini, ada 16 perusahaan asing yang ditunjuk Ditjen Pajak (DJP) untuk memungut PPN PMSE.

Seluruh perusahaan tersebut wajib memungut PPN 10% dari harga sebelum pajak dan harus dicantumkan pada invoice tagihan sebagai bukti pungut pajak. Dengan demikian, otomatis ada kenaikan harga atas produk atau jasa digital yang harus ditanggung konsumen Indonesia.

Pemberlakuan PPN PMSE bukan hal baru. Sudah banyak negara memberlakukan pajak digital untuk pelaku usaha asing yang menjual produk/jasa digital lintas yuridiksi. Australia bahkan memajaki lebih dari 650 perusahaan asing yang menjual produk/jasa digital di negara mereka sejak 2017.

Skema transaksi pemungutan pajak pun berbeda-beda. Sebagian besar menerapkan skema business to consumer, yaitu PPN dikenakan langsung ke pembeli perorangan. Tercatat 38 negara menggunakan skema ini, seperti tertuang dalam Tax Challenge Arising from Digitalization (OECD, 2018).

Indonesia sendiri memilih menggunakan skema campuran, yang memadukan skema business to business dan bussiness to consumer, yaitu PPN bisa dikenakan ke konsumen perorangan atau badan. Skema ini dianggap memudahkan pemungut untuj memilah, mana badan mana perorangan.

Dasar hukum pengenaan PPN PMSE adalah Perpu Nomor 1 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 08/PMK.03/2020. Dari sini DJP merilis PER-12/PJ/2020 yang mengatur teknis kriteria dan penunjukan pemungut, penyetoran, dan pelaporan pajak digital lintas daerah pabean.

Perlu Pengawasan
SANKSI ketidakpatuhan pemungut PPN PMSE diatur Perpu 1/2020. Pasal 5 dan 7 menyebutkan pelaku PMSE bisa dikenakan sanksi administratif dan pemutusan akses oleh Menteri Komunikasi dan Informasi berdasar permintaan Menkeu setelah diberi teguran, yang tata caranya diatur PMK.

Tentu diperlukan kehatian-hatian dalam pengenaan sanksi ini, mengingat kebijakan ini baru bergulir dan membutuhkan upaya supaya ada kesadaran dari pelaku usaha luar negeri sebagai pemungut PPN PMSE. Namun, mitigasi risiko kepatuhan pajak tetap perlu dilakukan sedini mungkin.

Paling tidak ada 4 langkah yang dapat dilakukan untuk memitigasi risiko kepatuhan pemungutan PPN PMSE. Pertama, perlu dikeluarkan PMK yang mengatur tentang pengawasan PPN PMSE, pemberian sanksi administratif setelah ada teguran, dan tata cara pemutusan akses.

Per-12/PJ/2020 sangat detail mengatur kriteria pemungut PMSE sampai pelaporannya. Namun, tidak ada pasal pengawasan dan sanksi apabila ada ketidakpatuhan perusahaan asing yang di luar yurisdiksi Indonesia. Karena itu, perlu PMK yang mengatur pengawasan pemungutan PPN PMSE.

Kedua, Kementerian Keuangan agar berkomunikasi secara instensif dengan Kemenkominfo dalam rangka penyusunan permenkominfo terkait dengan ketentuan mengenai tata cara pemutusan akses yang telah disebutkan dalam Pasal 7 ayat (6) Perpu 1/2020.

Pemutusan akses terhadap perusahaan asing yang lalai memungut PPN PMSE dianggap paling relevan karena akses daring menjadi core business mereka di ranah digital. Sanksi administratif akan berbiaya tinggi dengan prosedur lebih rumit karena yurisdiksi mereka berada di luar Indonesia.

Ketiga, profiling kepatuhan perusahaan asing pemungut PPN PMSE. Pemerintah bisa menetapkan indikator kepatuhan dalam profiling perusahaan asing pemungut PPN PMSE. Salah satu indikator yang bisa digunakan adalah effective tax rate (ETR).

ETR dihitung dengan membagi beban pajak penghasilan perusahaan dengan pendapatan sebelum pajak. Semakin tinggi ETR menandakan kepatuhan perusahaan terhadap otoritas pajak di negaranya semakin baik. ETR dapat dilihat di laporan keuangan tahunan perusahaan.

Contoh penerapan ETR pada Netflix, Inc. Perusahaan yang melantai di bursa saham New York ini mencantumkan ETR di laporan keuangannya. Pada 2018 ETR Netflix sebesar 1% dan 2019 sebesar 9%. Tren kenaikan ETR itu bisa mengindikasikan kepatuhan pajak Netflix yang semakin tinggi.

Cara yang sama bisa diterapkan ke pemungut PPN PMSE lainnya. Tidak hanya dibatasi terhadap 16 perusahaan yang telah ditetapkan sebagai pemungut PPN PMSE, perlu juga dibuat profiling terhadap perusahaan asing lain yang berpotensi menjadi pemungut PPN PMSE.

Profiling ini juga selaras dengan paradigma baru pengawasan yang dibangun DJP, yaitu pengawasan kepatuhan berbasis risiko (Compliance Risk Management/CRM) yang ditetapkan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-24/PJ/2019.

Pendekatan CRM ini memungkinkan DJP menyusun profil risiko wajib pajak. CRM juga menggantikan cara pandang lama pengawasan perpajakan yang menempatkan wajib pajak sebagai objek yang tidak bisa dipercaya sehingga menghambat terciptanya kepatuhan sukarela yang berkelanjutan.

Keempat, otomatisasi pencatatan PPN. Ini dapat dilakukan dengan penerapan Open API (Application Programming Interface). Sederhananya, setiap transaksi pemungut PPN PMSE dengan konsumen di Indonesia terhubung ke server DJP sehingga tidak ada PPN PMSE yang hilang.

Otomatisasi pencatatan PPN PMSE ini opsi yang banyak ditempuh negara-negara Eropa. Unlocking the Digital Economy – A guide to implementing application programme interfaces in Government (OECD, 2019) telah memberikan panduan komprehensif bagi pemerintah dalam penerapan API.

Upaya ini perlu disikapi serius guna menjaga kepatuhan perusahaan asing selaku pemungut PPN PMSE. Dengan demikian, makin tinggi kepatuhan perusahaan asing, makin meningkat pula PPN yang disetorkan, sehingga bisa menambah sumber pemasukan negara di tengah pandemi Covid-19.

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 03 April 2024 | 15:55 WIB OPINI PAJAK

Mencermati Kompleksitas Pemotongan PPh Pasal 21 pada PTN BH

Jumat, 23 Februari 2024 | 11:32 WIB OPINI PAJAK

Tax Administration 3.0 di Indonesia: Tantangan Pajak Pasca-CTAS

Kamis, 15 Februari 2024 | 14:05 WIB OPINI PAJAK

Membumikan EOI

Selasa, 06 Februari 2024 | 17:15 WIB OPINI PAJAK

TER untuk Sistem Pajak yang Simpel, Akuntabel, dan Transparan

BERITA PILIHAN