BERITA PAJAK HARI INI

Simposium Pajak G-20 Bakal Bahas Dukungan untuk Negara Berkembang

Redaksi DDTCNews
Jumat, 08 Juli 2022 | 08.20 WIB
Simposium Pajak G-20 Bakal Bahas Dukungan untuk Negara Berkembang

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Indonesia sebagai pemegang Presidensi G-20 akan menggelar Ministerial Tax Symposium di Bali pada pekan depan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (8/7/2022).

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) Mekar Satria Utama mengatakan simposium tersebut akan membahas isu-isu pajak yang penting bagi negara-negara berkembang. Anggota G-20, sambungnya, akan membantu negara berkembang mengimplementasikan konsensus pajak global.

"Itu memang permintaan Indonesia supaya tidak hanya mengedepankan kepentingan negara-negara [anggota G-20]," katanya.

Acara yang menjadi bagian dari 3rd Finance and Central Bank Deputies (FCBD) dan Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) G-20 itu akan terbagi menjadi 2 sesi. Sesi pertama membahas dukungan agar negara berkembang dapat memperkuat upaya mobilisasi sumber daya domestik.

Sesi kedua akan membahas dukungan teknis kepada negara berkembang agar dapat mengimplementasikan solusi 2 pilar atas tantangan pajak yang muncul akibat digitalisasi ekonomi. Simak pula Fokus Mencermati Agenda Perpajakan Saat Presidensi G-20 di Tangan Indonesia.

Selain mengenai agenda Ministerial Tax Symposium, ada pula bahasan terkait dengan pajak pertambahan nilai (PPN) kegiatan membangun sendiri (KMS).

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Dukungan untuk Negara Berkembang

Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama mengatakan saat membahas dukungan bagi negara berkembang, G-20 akan mendorong penerapan standar transparansi dan pertukaran informasi untuk mencegah praktik penghindaran pajak dan menciptakan pemulihan ekonomi berkelanjutan.

"Dalam sesi kedua [Ministerial Tax Symposium] akan membahas bagaimana cara terbaik yang lebih optimum untuk negara-negara berkembang mempersiapkan diri terkait perubahan lanskap perpajakan internasional," ujarnya. (DDTCNews)

Deklarasi Asia Initiative Soal Transparansi Pajak

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menyebut negara-negara Asia berencana memperkuat kerja sama transparansi pajak melalui penandatanganan deklarasi Asia Initiative. Penandatanganan akan menjadi bagian dari side events pertemuan 3rd FCBD and FMCBG G-20.

"Asia Initiative declaration signing ini terkait dengan Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes. Itu sebenarnya untuk mendorong itu [pertukaran informasi]," katanya Kepala Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral BKF Nella Hendriyetty.

Nella menuturkan acara penandatanganan deklarasi Asia Initiative akan digelar pada 14 Juli 2022 secara tertutup. Sebelum penandatanganan deklarasi, para menteri keuangan dari setiap negara juga akan mengikuti pertemuan Asia Initiative yang kedua. (DDTCNews)

Rencana Penundaan Implementasi Pilar 2

OECD menyatakan adanya rencana penundaan implementasi Pilar 1: Unified Approach. Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama mengatakan pembahasan Pilar 2: Global anti-Base Erosion Rules (GloBE) memang lebih cepat ketimbang Pilar 1. Dia pun menilai wajar jika OECD memprioritaskan penyelesaian multilateral convention (MLC) untuk Pilar 2.

"Memang bisa dipahami karena konsep yang Pilar 1 jauh lebih kompleks," katanya.

Mekar mengatakan pemerintah akan terus mengamati dinamika pembahasan solusi 2 pilar pajak global tersebut. Menurutnya, Pilar 2 dapat diimplementasikan lebih awal karena pembahasannya cepat mencapai mufakat. (DDTCNews)

PPN Kegiatan Membangun Sendiri

Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Yudha Wijaya mengatakan PPN KMS bukan jenis pajak baru. Pengaturan melalui PMK 61/2022 merupakan bagian dari penyesuaian pascaberlakunya UU HPP. Output dari KMS adalah bangunan atau suatu konstruksi.

“Bisa [bangunan] rumah, ruko, pagar, atau juga kolam. Ini adalah bangunan, baik baru maupun perluasan. Itu yang dimaksud bangunan dalam KMS,” ujarnya. Simak ‘DJP Ingatkan Wajib Pajak, PPN KMS Tidak Hanya untuk Pembangunan Rumah’. (DDTCNews)

Piutang Pajak yang Kedaluwarsa

Ditjen Pajak (DJP) mencatat piutang pajak yang kedaluwarsa pada akhir 2021 sudah mencapai Rp51,32 triliun, naik 19% dibandingkan dengan posisi periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp43,25 triliun.

Dalam Laporan Keuangan DJP 2021, otoritas pajak menyebut penambahan piutang kedaluwarsa tahun berjalan merupakan piutang yang kedaluwarsa selama periode 1 Januari hingga 31 Desember 2021 yang dihapusbukukan pada tahun berjalan.

"Kenaikan kedaluwarsa piutang pajak Rp8,07 triliun berasal dari penambahan piutang kedaluwarsa tahun berjalan sebesar Rp5,54 triliun dan koreksi penambah saldo telah hapus buku tanpa memengaruhi status kedaluwarsa sejumlah Rp3,55 triliun," sebut DJP. (DDTCNews)

Cukai Sigaret Kelembak Kemenyan

Pemerintah menetapkan dua golongan tarif cukai untuk produk sigaret kelembak kemenyan (KLM) guna menciptakan rasa keadilan, sekaligus mengendalikan produksi sigaret tersebut.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan mayoritas produksi KLM selama ini bersumber dari industri rumahan. Ketika pabrikan lebih besar mulai ikut memproduksi KLM maka aturan cukainya juga perlu diubah.

"Atas beberapa hal yang dipertimbangkan. Untuk itu, perlu adanya regulasi dalam bentuk instrumen cukai untuk mengendalikan volume produksi dan konsumsi KLM," katanya. (DDTCNews/Kontan) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.