Ilustrasi gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah telah menerbitkan beleid baru, berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 11/PMK.010/2020, terkait fasilitas tax allowance. Pada hari ini, Jumat (21/2/2020), Ditjen Pajak (DJP) menerbitkan siaran pers terkait fasilitas tersebut.
Dalam Siaran Pers berjudul ‘Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang Usaha atau Daerah Tertentu’, DJP menegaskan penentuan kesesuaian pemenuhan bidang usaha, daerah tujuan investasi, kriteria dan persyaratan untuk mendapatkan fasilitas dilakukan melalui sistem online single submission (OSS).
“Pengajuan permohonan fasilitas melalui OSS harus dilakukan sebelum saat mulai berproduksi komersial, dengan melampirkan salinan digital surat keterangan fiskal para pemegang saham dan salinan digital rincian aktiva tetap dalam rencana nilai penanaman modal,” jelas DJP.
Wajib pajak yang telah mendapat fasilitas, sambung DJP, wajib menyampaikan laporan jumlah realisasi penanaman modal dan laporan jumlah realisasi produksi. Laporan disampaikan setiap tahun paling lambat 30 hari sejak berakhirnya tahun pajak. Simak artikel ‘Ketentuan Laporan Penerima Tax Allowance Berubah, Hati-Hati Diperiksa’.
Selain itu, dalam beleid tersebut, pemerintah juga mempertegas persyaratan dan tata cara penggantian aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang bisa mendapatkan tax allowance. Simak artikel ‘PMK Tax Allowance Terbit, Penggantian Aktiva Diperinci’.
“Aktiva yang mendapatkan fasilitas dilarang digunakan selain untuk tujuan pemberian fasilitas, atau dialihkan, kecuali diganti dengan aktiva yang baru,” imbuh DJP.
Adapun fasilitas penghasilan tersedia untuk 166 bidang usaha dalam klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI) dan untuk 17 KBLI di berbagai wilayah sesuai sesuai Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2019.
Fasilitas pajak penghasilan yang dimaksud antara lain, pertama, pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah nilai penanaman modal berupa aktiva tetap termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan usaha utama, melalui pembebanan selama enam tahun masing-masing sebesar 5%.
Kedua, penyusutan atau amortisasi dipercepat atas aktiva tetap berwujud atau tidak berwujud yang diperoleh dalam rangka penanaman modal.
Ketiga, tarif PPh sebesar 10%, atau tarif yang lebih rendah sesuai perjanjian penghindaran pajak berganda, atas dividen yang dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia. Keempat, kompensasi kerugian yang lebih lama dari lima tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun. (kaw)