PP 23/2018

Siap-Siap, Tahun Depan CV Sudah Tak Bisa Pakai PPh Final UMKM

Muhamad Wildan | Kamis, 23 September 2021 | 12:30 WIB
Siap-Siap, Tahun Depan CV Sudah Tak Bisa Pakai PPh Final UMKM

Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam konferensi pers APBN Kita. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak badan berbentuk CV yang membayar pajak menggunakan skema PPh final UMKM PP 23/2018 sejak 2018 harus membayar pajak sesuai dengan ketentuan umum pada tahun depan.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan PP 23/2018 turut mengatur jangka waktu pembayaran pajak dengan skema PPh final agar UMKM memiliki waktu untuk bersiap membayar pajak sesuai dengan ketentuan umum.

"PP 23/2018 ini adalah tempat transisi, mempersiapkan wajib pajak untuk mengikuti ketentuan perpajakan secara normal khususnya pajak penghasilan," ujar Suryo dalam Konferensi Pers APBN KiTa September 2021, Kamis (23/9/2021).

Seperti diketahui, wajib pajak dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun bisa membayar pajak menggunakan skema PPh final PP 23/2018 dengan tarif sebesar 0,5% dari omzet.

Bagi wajib pajak badan berbentuk PT, pembayaran pajak menggunakan skema PPh final hanya bisa dilakukan selama 3 tahun pajak. Sementara bagi koperasi, CV, dan firma skema tersebut berlaku selama 4 tahun pajak. Khusus bagi wajib pajak orang pribadi, skema PPh final bisa dimanfaatkan selama 7 tahun.

Dengan demikian, koperasi, CV, dan firma yang memanfaatkan skema PPh final UMKM sejak 2018 harus membayar pajak sesuai dengan ketentuan umum pada tahun pajak 2022.

Mengingat PPh final UMKM adalah pajak yang dibayar berdasarkan pada omzet, sesungguhnya wajib pajak UMKM harus tetap membayar pajak meski usahanya mengalami kerugian seperti di tengah pandemi saat ini.

Oleh karena itu, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara pun mengatakan sebenarnya pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan umum lebih menguntungkan bagi wajib pajak di situasi seperti saat ini.

"Dalam situasi seperti krisis, ada tekanan di dunia usaha, dan usaha memiliki potensi rugi, sesungguhnya rezim normal yang adalah tarif pajak dikali keuntungan itu lebih menguntungkan bagi dunia usaha," ujar Suahasil. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 28 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Cakupan Penghasilan Pegawai Tetap yang Dipotong PPh Pasal 21

Sabtu, 27 April 2024 | 14:30 WIB KEPATUHAN PAJAK

WP Kelompok Ini Dikecualikan dari Pengawasan Rutin Pelaporan SPT

BERITA PILIHAN
Minggu, 28 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ditjen Imigrasi Luncurkan Bridging Visa bagi WNA, Apa Fungsinya?

Minggu, 28 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

Minggu, 28 April 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Tak Sepakat dengan Tagihan Bea Masuk, Importir Bisa Ajukan Keberatan

Minggu, 28 April 2024 | 13:30 WIB PERPRES 56/2024

Perpres Resmi Direvisi, Indonesia Bisa Beri Bantuan Penagihan Pajak

Minggu, 28 April 2024 | 13:00 WIB PENERIMAAN NEGARA

Didorong Dividen BUMN, Setoran PNBP Tumbuh 10 Persen pada Kuartal I

Minggu, 28 April 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK DAERAH

Ada UU DKJ, Tarif Pajak Hiburan Malam di Jakarta Bisa 25-75 Persen

Minggu, 28 April 2024 | 12:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Bukti Potong 1721-A1 Tak Berlaku untuk Pegawai Tidak Tetap

Minggu, 28 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Cakupan Penghasilan Pegawai Tetap yang Dipotong PPh Pasal 21

Minggu, 28 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

KEM-PPKF 2025 Sedang Disusun, Begini Catatan DPR untuk Pemerintah