RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai pengkreditan pajak masukan atas pembelian bahan baku dan sarana produksi.
Otoritas pajak menyatakan atas penyerahan bahan baku dan sarana produksi yang dikenakan PPN tidak boleh dilakukan pengkreditan pajak masukan. Sebaliknya, wajib pajak menyatakan pengkreditan pajak masukan dapat dilakukan atas penyerahan bahan baku dan sarana produksi yang telah dikenai PPN.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk menolak permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh wajib pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi yang dilakukan otoritas pajak sudah benar dan tetap dipertahankan.
Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put-68206/PP/M.IIIB/16/2016 tanggal 2 Februari 2016, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 26 April 2016.
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi atas pajak masukan senilai Rp369.513.547 yang dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
PEMOHON PK selaku wajib pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK menilai Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah memahami fakta dan salah menerapkan hukumnya.
Sebagai informasi, Pemohon PK merupakan PKP yang melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) berupa usaha perkebunan tebu dan pengolahannya. Secara terperinci, kegiatan bisnis Pemohon PK ialah menanam, mengolah dan memelihara perkebunan lahan tebu, mengubah bentuk suatu barang dari menjadi barang baru, dan mengolah tebu menjadi gula.
Dalam menjalankan usahanya tersebut, Pemohon PK membeli bahan baku dan sarana produksi dari pihak lain. Menurut Pemohon PK, terhadap transaksi pembelian bahan baku dan sarana produksi tersebut terutang PPN.
Kemudian, terhadap PPN yang telah dibayarkan oleh Pemohon PK dapat dilakukan pengkreditan pajak masukan sesuai Pasal 9 ayat (2) UU PPN. Selain itu, Pemohon PK juga berpendapat pihaknya tidak melakukan transaksi penyerahan yang dibebaskan PPN.
Dengan kata lain, penggunaan dasar hukum Pasal 16B UU PPN, Pasal 9 ayat (6) UU PPN, PP 46/2003, dan KMK 575/2000 tidak relevan digunakan dalam proses penyelesaian sengketa. Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Pemohon PK menyatakan koreksi yang dilakukan Termohon PK tidak beralasan sehingga harus dibatalkan.
Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan pernyataan Pemohon PK. Dalam hal ini, Termohon PK menyatakan bahwa pajak masukan yang timbul atas transaksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dikreditkan. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Termohon PK sudah benar dan dapat dipertahankan.
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak permohonan banding tidak benar. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, koreksi atas pajak masukan senilai Rp369.513.547 yang dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan oleh para pihak, pendapat Pemohon PK dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, dalam perkara ini, Pemohon PK telah memberikan bukti-bukti yang cukup dalam persidangan untuk mempertahankan pendapatnya. Pemohon PK terbukti sebagai perusahaan terintegrasi yang memiliki kegiatan usaha terkait perkebunan tebu dan pabrik gula.
Selanjutnya, Mahkamah Agung juga menyatakan transaksi yang dilakukan Pemohon PK dapat dikreditkan. Oleh karenanya, koreksi yang dilakukan Termohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK beralasan sehingga dapat dikabulkan. Dengan begitu, Termohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.