RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai imbalan natura berupa penyediaan tempat tinggal beserta fasilitasnya yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto dan koreksi atas biaya jasa manajemen.
Otoritas pajak menyatakan pemberian natura berupa tempat tinggal beserta fasilitasnya tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Sebab, pemberian natura tersebut tidak dilakukan di daerah terpencil sebagaimana yang ditetapkan dalam ketentuan. Selain itu, otoritas pajak juga melakukan reklasifikasi jasa manajemen menjadi dividen terselubung.
Sebaliknya, wajib pajak menyatakan lokasi usahanya sudah dinyatakan pemerintah sebagai daerah terpencil. Dalam hal ini, wajib pajak harus menyediakan kebutuhan tempat tinggal dan fasilitasnya bagi karyawan.
Menurutnya, imbalan natura berupa pemberian tempat tinggal tersebut dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Selain itu, koreksi otoritas pajak atas reklasifikasi jasa manajemen menjadi dividen terselubung dinilai tidak tepat.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan mahkamah Agung atau di sini.
Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak meyakini lokasi usaha wajib pajak berada di tempat terpencil.
Oleh karena itu, wajib pajak berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal dan fasilitas lainnya untuk para pegawai. Adapun fasilitas tersebut dapat digolongkan sebagai natura yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.
Selain itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai koreksi atas biaya jasa manajemen yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan. Dalam menjalankan usahanya, wajib pajak memang membutuhkan jasa manajemen, baik untuk teknis operasional pabrik dan kegiatan administratif serta keuangan. Dengan demikian, pendapat otoritas pajak yang menganggap jasa manajemen sebagai dividen terselubung dinilai tidak tepat.
Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 26685/PP/M.VI/15/2010 tanggal 25 Oktober 2010, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 4 Februari 2011.
Terdapat tiga pokok sengketa dalam perkara ini. Pertama, Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.26685/PP/M.VI/15/2010 dinilai otoritas pajak cacat hukum. Kedua, koreksi positif biaya pemeliharaan senilai Rp225.393.189. Ketiga, koreksi positif biaya jasa manajemen senilai Rp600.000.000.
Pendapat Pihak yang Bersengketa
Pemohon PK menyatakan tidak setuju dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, terdapat tiga pokok sengketa. Pertama, Pemohon PK menilai Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.26685/PP/M.VI/15/2010 cacat hukum.
Sebab, putusan Pengadilan Pajak dikeluarkan melebihi jangka waktu yang ditetapkan. Padahal, seharusnya putusan Pengadilan Pajak dilakukan paling lama 12 bulan sesuai Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU 14/2002).
Kedua, koreksi positif biaya pemeliharaan senilai Rp225.393.189. Sebagaimana diketahui, biaya pemeliharaan merupakan biaya natura dan kenikmatan. Adapun biaya pemeliharaan yang dimaksud meliputi biaya pemeliharaan mes, rumah ibadah, rumah staf dan manajer, serta perabotan rumah dan kantor. Dalam hal ini, biaya pemeliharaan tersebut tidak diberikan di lokasi terpencil.
Oleh karena itu, terhadap imbalan berupa natura tersebut tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Pendapat Pemohon PK tersebut sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) KEP-213/PJ./2001 yang menyatakan natura dan kenikmatan berupa tempat tinggal di daerah tertentu, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sepanjang tidak ada tempat tinggal yang disewa di lokasi tersebut.
Ketiga, koreksi positif biaya jasa manajemen senilai Rp600.000.000. Pemohon PK menilai bahwa biaya jasa manajemen tidak dapat dibiayakan karena tidak berhubungan dengan kegiatan mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Selain itu, pada 2006, pabrik Termohon PK juga sedang tidak beroperasi dan tidak berproduksi.
Dengan kata lain, seharusnya tidak terdapat pengeluaran untuk biaya jasa manajemen pada 2006. Oleh karena itu, Pemohon PK melakukan reklasifikasi biaya jasa manajemen menjadi dividen terselubung.
Berdasarkan pada fakta-fakta di atas, Pemohon PK dapat membuktikan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta-fakta dalam memutus sengketa ini. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK dapat dibenarkan.
Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan seluruh koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Dalam perkara ini, putusan Pengadilan Pajak yang dikeluarkan melebihi batas waktu tidak dapat menyebabkan suatu putusan menjadi cacat hukum.
Untuk koreksi biaya pemeliharaan, Termohon PK berdalil pihaknya sudah mengajukan permohonan lokasi usaha di tempat yang terpencil. Pemerintah pun juga sudah menetapkan lokasi usaha Termohon masuk dalam kategori daerah terpencil.
Dengan begitu, Termohon PK harus menyediakan sarana dan prasaran perumahan, ibadah, dan prasarana sosial lainnya untuk kebutuhan karyawan. Oleh karena itu, natura berupa pemberian tempat tinggal dan fasilitasnya tersebut dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.
Selain itu, Termohon PK juga menanggapi perihal koreksi biaya jasa manajemen. Perlu dipahami bahwa jasa manajemen yang diterima Termohon bukan hanya untuk membantu pengelolaan perkebunan dan pabrik saja.
Namun, jasa manajemen juga membantu perusahaan dalam pengelolaan masalah administrasi dan keuangan, akuntansi, anggaran, sistem informasi dan teknologi, perizinan, internal audit, hukum dan sumber daya manusia.
Meskipun kegiatan pabrik Termohon PK terhenti karena mengalami kerusakan mesin, kegiatan administrasi, keuangan, perizinan, sumber daya manusia dan kegiatan lainnya di luar teknis pabrik harus tetap berjalan. Berdasarkan pada uraian di atas, Termohon PK menyatakan koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.
Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sehingga pajak yang dibayar menjadi nihil sudah benar. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, koreksi terkait putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.26685/PP/M.VI/15/2010 yang dinyatakan cacat hukum, koreksi positif biaya pemeliharaan senilai Rp225.393.189 dan koreksi positif biaya jasa manajemen senilai Rp600.000.000 tidak dapat dibenarkan.
Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak dalam persidangan, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, terhadap perkara ini, seluruh pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak dapat dibenarkan. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Pendapat Mahkamah Agung ini menguatkan Putusan Pengadilan Pajak.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan Pemohon dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.