RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Pengangkutan Pupuk

DDTC Fiscal Research and Advisory
Jumat, 29 Maret 2024 | 10.00 WIB
Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Pengangkutan Pupuk

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi positif dasar pengenaan pajak (DPP) PPN atas jasa pengangkutan pupuk yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN wajib pajak.

Dalam kasus ini, wajib pajak merupakan pemilik usaha pada bidang perdagangan pupuk. Atas kegiatan usaha tersebut, wajib pajak menggunakan jasa pengusaha angkutan umum untuk melakukan pengangkutan pupuk ke tempat pembeli.

Otoritas pajak menemukan adanya transaksi dari jasa pengangkutan pupuk yang belum dilaporkan pada SPT Masa PPN. Otoritas pajak menilai jasa pengangkutan pupuk yang dilakukan wajib pajak merupakan objek PPN.

Hal tersebut sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN).

Atas dasar tersebut, otoritas pajak melakukan koreksi positif DPP yang menyebabkan PPN kurang bayar dan mengenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%.

Sebaliknya, wajib pajak berpendapat pihaknya tidak melakukan penyerahan jasa yang merupakan objek PPN. Berdasarkan pada Pasal 4 huruf c UU PPN, jasa angkutan umum di darat dan di air merupakan kelompok jasa yang tidak dikenakan PPN. Oleh karena itu, jumlah PPN yang kurang bayar adalah nihil sehingga pengenaan sanksi berupa kenaikan sebesar 100% juga tidak tepat.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk menolak banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung kembali menolak Permohonan PK yang diajukan oleh wajib pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi positif DPP PPN atas jasa pengangkutan pupuk yang ditetapkan oleh otoritas pajak sudah tepat.

Berkaitan dengan koreksi di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan atas penyerahan jasa pengangkutan pupuk yang dilakukan oleh wajib pajak merupakan objek PPN. Namun, atas penyerahan tersebut belum dilaporkan dalam SPT Masa PPN wajib pajak sehingga menyebabkan PPN kurang bayar. Oleh karena itu, terdapat pengenaan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%.

Berdasarkan pada uraian di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 51781/PP/M.VB/16/2014 pada 25 April 2014, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 24 Juli 2014.

Terdapat 2 pokok sengketa dalam perkara ini. Pertama, koreksi positif DPP PPN masa pajak April atas jasa pengangkutan pupuk dengan menggunakan truck dan kapal yang menyebabkan PPN kurang bayar senilai Rp39.717.610.

Kedua, pengenaan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% atas PPN kurang bayar senilai Rp39.717.610 untuk masa pajak April 2018 yang dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak Yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku wajib pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, terdapat 2 pokok sengketa. Pokok sengketa pertama berkaitan dengan koreksi positif DPP PPN atas jasa pengangkutan pupuk yang menyebabkan PPN kurang bayar senilai Rp39.717.610.

Dalam hal ini, Pemohon PK tidak setuju dengan adanya koreksi positif DPP PPN yang dilakukan Termohon PK. Menurut Pemohon PK, kegiatan jasa pengangkutan pupuk dengan menggunakan truck dan kapal yang dilakukannya tidak masuk dalam kriteria penyerahan jasa yang terutang PPN sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 huruf c UU PPN.

Pendapat tersebut dipertegas dengan ketentuan Pasal 4A ayat (3) huruf i dan Pasal 5 huruf i UU PPN juncto Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 144 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan PPN (PP 144/2000).

Ketentuan tersebut menyatakan jasa angkutan umum di darat dan di air merupakan kelompok jasa yang tidak dikenakan PPN. Berdasarkan pada uraian di atas, koreksi DPP PPN yang dilakukan Termohon PK tidak tepat.

Selanjutnya, pokok sengketa kedua dalam putusan ini membahas tentang sanksi administrasi berupa kenaikan 100% senilai Rp39.717.610. Dalam kasus ini, Pemohon PK tidak setuju dengan pengenaan sanksi administrasi tersebut.

Adapun pokok sengketa kedua ini masih berkaitan dengan pokok sengketa pertama. Perlu dipahami, PPN kurang bayar untuk masa pajak April 2018 adalah nihil. Oleh karenanya, pengenaan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% tidak dapat dibenarkan.

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju atas pernyataan Pemohon PK. Berkaitan dengan sengketa pertama, Termohon PK menilai jasa pengangkutan pupuk dengan menggunakan truck dan kapal yang dilakukan oleh Pemohon PK merupakan objek PPN.

Sebab, Pemohon PK menggunakan jasa angkut yang disediakan oleh pengusaha angkutan umum untuk mengirim pupuk ke tempat pembeli. Atas penggunaan jasa angkut tersebut, Pemohon PK membayar biaya pengangkutan kepada pengusaha angkutan umum. Kemudian, Pemohon PK menerima penggantian biaya dari pembeli dengan disertai fee atas transaksi tersebut.

Adapun atas transaksi yang dilakukan Pemohon PK dengan pengusaha angkutan umum tidak dikenakan PPN. Sementara itu, transaksi antara Pemohon PK dan pembeli harus dikenakan PPN karena jasa yang diserahkan tidak termasuk dalam jasa angkutan umum yang tidak dikenakan PPN sesuai dengan PMK 28/2006.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Termohon PK berkesimpulan jasa pengangkutan pupuk yang dilakukan Pemohon PK dikenakan PPN. Dengan begitu, koreksi senilai Rp39.717.610 yang dilakukan Termohon PK sudah benar dan dapat dipertahankan.

Untuk sengketa kedua, Termohon PK menyatakan terdapat PPN yang kurang dibayar oleh Pemohon PK. PPN yang kurang dibayar tersebut menjadi dasar pengenaan sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang KUP senilai Rp39.717.610. Oleh karena itu, pengenaan sanksi kenaikan 100% yang dilakukan oleh Termohon PK sudah benar dan dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak permohonan banding sudah tepat dan tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Setidaknya terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, alasan-alasan permohonan PK terkait koreksi positif DPP PPh Pasal 23 masa pajak April 2018 senilai Rp39.717.610 tidak dapat dibenarkan. Sebab, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan.

Kedua, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, alasan-alasan permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Permohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (Jauzaa)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.